MAKALAH
ALERGI MAKANAN DAN INTOLERANCE
Merupakan tugas mata kuliah Dasar Ilmu Gizi
Dosen pengampu : Merita Eka R, S.KM.

Disusun oleh kelompok 15:
1. Endang Zaeni Ariyanti (SK.210.017)
2. Ovin Eko (SK.210.035)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jika
kulit anda terasa gatal dan merah setelah menyantap makanan tertentu, berarti
anda mengalami alergi. Hal tersebut sebagian kecil gejala. Hal lebih parah yang
dapat terjadi, anda dapat tak sadarkan diri akibat anafilaktik, yaitu dampak
reaksi antigen-antibodi yang sedemikian berat sehingga bukan tidak mungkin akan
berakhir dengan kematian.
Prevalensi
kasus alergi makanan di Eropa berada dalam kisaran 1,4-2,4% (dewasa) hingga
0,3-7,5% (anak). Sepuluh persen dari angka ini berupa penyakit atopi. Sekitar
1% orang dewasa hingga 2-2,5% anak di dunia menderita alergi makanan sejati (true food allergy). Sekitar 6-8% anak berusia
dibawah 3 tahun menderita alergi makanan. Angka ini cenderung meninggi (1
sampai 3 kasus) pada anak yang juga mengidap dermatitis atopi. Prevalensi ini
akan menurun seiring pertambahan usia hingga angka 2% ketika penderita menapaki
usia dewasa (Taylor dan Hefle, 2001; W.Burks, 2001).
Dampak
alergi terhadap kualitas hidup sangat jelas, yaitu keterbatasan dalam memilih
santapan membatasi ruang lingkup sosial para penderita. Jamuan makan sosial
yang dipenuhi oleh hidangan, misalnya kepiting atau udang membuat para
penderita menjauh. Anak yang selalu didera alergi akibat mengkonsumsi alergen
dalam jumlah sedikit, akan menyimpan pikiran negatif tentang status
kesehatannya dan menimbulkan ketegangan bagi orang tuanya. Anak pengidap alergi
juga bermasalah dalam proses pembelajaran dan kehidupan sosial (Meltzer 2001).
1.2 Rumusan
Masalah
־
Bagaimana alergi dan intoleransi dapat terjadi?
־
Apa perbedaan antara
alergi dan intoleransi?
־
Hal apa saja yang
mempengaruhi terjadinya alergi dan intoleransi?
־
Bagaimana cara untuk
mendiagnosis alergi dan intoleransi serta penanggulangannya?
־
Hal apa saja yang dapat dilakukan
untuk mencegah alergi makanan dan intoleransi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
־
Mengetahui hal-hal yang
menyebabkan alergi
makanan dan intoleransi
־
Dapat membedakan antara
alergi makanan dan intoleransi
־
Mengetahui makanan yang
dapat menyebabkan alergi dan intoleransi
־
Mengetahui batasan
alergi dan intoleransi
־
Mengetahui pemeriksaan
terhadap alergi
־
Dapat mendiagnosis
alergi dan intoleransi
־
Dapat menanggulangi
kasus alergi dengan/atau tanpa obat
־
Dapat mencegah hal-hal yang
menimbulkan alergi
makanan dan intoleransi
1.3.2 Tujuan Umum
Masyarakat dapat mengetahui penyebab dan penanganan alergi makanan
dan intoleransinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
a. Alergi Makanan
Alergi terhadap makanan adalah reaksi
tak lengkap sistem kekebalan terhadap makanan yang menimbulkan pengaruh tidak
menyenangkan (adverse reaction) bagi
sebagian kecil orang, sedangkan populasi yang lebih besar justru sebaliknya
(British Nutrition Foundation, 2001). Sistem imunitas pada pasien ini gagal
mengenali protein makanan sebagai substansi yang aman, bukan sebagai alergen
(proses sensitisasi) yang memproduksi IgE oleh sel beta. Keterpaparan lebih
lanjut dari alergen serupa akan memicu pelepasan histamin dan zat proinflamasi
lain oleh sel mast.
Alergi makanan (food allergy) yang sejati, melibatkan sistem kekebalan tubuh dan
terjadi bila alergen (biasanya protein atau asam amino) masuk kedalam tubuh dan
merangsang antibodi yang spesifik terhadap makanan tersebut (IgE) sehingga
menimbulkan immediate hypersensitivity atau
melibatkan sel T yang timbul sebagai reaksi lambat (delayed hypersensitivity). Kecepatan reaksi bergantung pada
integritas mukosa saluran cerna dan kemampuan penderita menangkal respons yang
tidak normal tersebut. Sementara itu keparahan dan lokasi reaksi ini bergantung
pada jumlah, bentuk, dan pemprosesan makanan selain olahraga yang dilakukan
setelah bersantap, kepekaan perorangan, dan jumlah histamin (atau zat kimia
lain) yang terlepas.
b. Intolerance
Intoleransi makanan (food intolerance) adalah istilah umum
untuk menjelaskan respon fisiologis yang tak normal terhadap makanan atau zat
aditif. Reaksi ini tidak terbukti berkaitan dengan sistem kekebalan, tetapi
mungkin berkaitan dengan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
pencemar toksik (histamin pada familia ikan tuna), piranti farmakologisyang
terkandung dalam makanan (kafein dalam kopi atau tiramin dalam keju),
karakteristik si penderita seperti gangguan metabolik (defisiensi laktase), dan
reaksi idiosinkrasi.
Secara rinci, intoleransi makanan mencakup
malabsorbsi makanan yang disebabkan oleh defisiensi enzim (contohnya,
intoleransi laktosa), reaksi simpang terhadap bahan kimia alami yang terkandung
dalam makanan (serotonin, tiramin, histamin, dan salisilat), reaksi yang dipicu
oleh pengawet (natrium benzoat dan sulfit), penguat rasa (MSG), serta pewarna
makanan (tartazine). Kecepatan reaksi
sangat bergantung pada dosis, bahan kimia lain yang dikonsumsi bersamaan,
stress, kadar hormon (wanita lebih peka sebelum haid), dan penggunaan obat lain
terutama NSAID.
Tabel 2.1 Zat penyebab intoleransi makanan
Substansi
|
Penjelasan
|
Terdapat pada
|
Amines
|
Histamin, tiramin, triptamin,
serotonin, dopamin, feniletilamin, yang terkandung secara alami dalam bahan
makanan atau dihasilkan selama peragian.
|
diproduksi selama fermentasi dan pemecahan
protein ditemukan dalam keju, coklat, anggur, bir, tempe, sayur dan buah
seperti pisang, alpukat dan tomat.
|
Salicylates
|
Campuran yang tersimpan dalam
herbal, rempah, buah dan sayuran. Salisilat terkonsentrasi pada permukaan
buah dan sayuran, yang berkurang sejalan pematangan. Teh mengandung sejumlah
besar salisilat. Reaksi akibat salisilat lebih sering muncul ketimbang
pewarna buatan dan zat aditif.
|
ditemukan dalam buah, sayur,
kacang, teh, kopi, bir, anggur dan obat-obatan seperti aspirherbs, spices,
spreads, teas & coffee, juices, beer and wines and medications such as
Aspirin. Konsestrasi tinggi terdapat dalam dried fruits seperti sultanas.
|
Glutamate pada Monososodium glutamate (MSG)
|
MSG merangsang ujung saraf yang
dapat melatarbelakangi fungsinya sebagai penyedap rasa.
|
banyak didapatkan pada tomat,
keju, mushrooms, saus, ekstrak daging dan jamur. Serta sering
ditemukan pada penyedap makanan : vetsin, kecap.
|
Sulfit
|
Zat ini disemprotkan ke makanan
untuk menjaga kesegaran dan mencegah perubahan warna. Natrium metasulfit
digunakan sebagai pengawet tepung gandum.
|
Terkandung dalam buah dan
sayuran, produk ikan/daging, unggas, minuman beralkohol, dan jeruk.
|
Benzoates
|
Pengawet makanan alami juga
terkandung dalam berbagai tumbuhan
|
ditemukan dalam beberapa buah, sayur,
kacang, anggur, kopi, rempah, produk tomat, dan arbei.
|
Sorbat
|
Pengawet makanan
|
|
Laktose
|
|
sering terdapat di dalam susu
sapi.
|
Pewarna
|
Seluruh pewarna buatan dan
pewarna alami.
|
|
Antioksidan
|
Butylated hydroxyaanisole (BHA)
dan Butylated hidroxy-toluene (BHT)
tersembunyi dalam makanan kaya akan lemak dan sebagian serealia untuk
mencegah terjadinya tengik.
|
|
Nitrat dan Nitrit
|
Digunakan sebagai pengawet
dalam pemrosesan daging dan sebagian keju.
|
|
c. Perbedaan Alergi dan Intoleransi
Perbedaan alergi dan intoleransi dapat
ditelisik pada kasus alergi atau intoleransi susu. Alergi dilatarbelakangi oleh
reaksi imunologis, sedangkan intoleransi disebabkan oleh ketiadaan enzim
laktase. Alergi susu mampu menyerang banyak sistem (mulai dari sekedar gatal
hingga reaksi anafilaktit), sedangkan reaksi intoleransi terbatas pada saluran
cerna.
Tabel 2.2 perbedaan antara reaksi alergi susu dan intoleransi laktosa
|
Alergi
|
Intoleransi
|
Prevalensi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Usia
|
Bayi
|
Dewasa
|
Pemicu
|
Biasanya
protein susu sapi
|
Gula
dalam susu mamalia
|
Mekanisme
|
Imunologis
|
Defisiensi
enzim
|
Gejala
|
Saluran
cerna dan napas, kulit, anafilaksis
|
Hanya
saluran cerna
|
Morbiditas
|
Dapat
tinggi
|
Rendah
|
Diagnosis kadar IgE, Skrining, Konfirmasi
|
Biasanya
meningkat
Uji
kulit, dan uji bin vitro
|
Rendah
Ph,
tampilan tinja, kurangi asupan
|
Penanganan
|
Simtomatis,
tidak meminum susu yang tepat
|
Kurangai
asupan susu dan memilih susu yang tepat, lactase
replacement
|
Prognosis
|
Kebanyakan
swasirna
|
Sepanjang
usia
|
Profilaksis
|
Berikan
ASI esklusif, formula khusu, tunda makanan tambahan
|
Enzyme replacement
|
B. MEKANISME TIMBULNYA KELAINAN
Sensitisasi terhadap makanan pada kasus
alergi dapat ditelusuri saat penderita berusia bayi. Sensitisasi alergik ini
akan dengan mudah terjadi bila integritas permukaan saluran cerna rusak akibat
zat yang tercipta dari reaksi imunologis dan protein asing makanan. Untungnya
proses pencernaan oleh enzim dalam saluran cerna dapat mengurangi daya
antigenik makanan selain enzim dalam kasus keberadaan IgA sekretorik yang
langsung mengikat alergen. Hasilnya kemampuan alergen menyelinap kedalam mukosa
berkurang. Meskipun demikian, IgA sekretorik akhirnya akan kehilangan daya
ikatnya jika terpapar alergen dalam jangka panjang.
Mediator kimiawi alergi, misalnya histamin
dilepasoleh sel mast yang banyak terdapat terdapat pada mukosa usus penderita
alergi. Seandainya pertahanan usus melemah oleh penyakit infeksi atau
defisiensi IgA, sensitisasi alergen dapat terjadi, dan reaksi alergipun lebih
mudah timbul. Kemampuan pencernaan yang masih rendah dan peningkatan
permeabilitas permukaan usus semasa bayi merupakan faktor yang mempercepat
sensitisasi terhadap makanan. Pertahana usus biasanya membaik secara alami
dengan pertambahan usia. Yaitu bayi cenderung alergi terhadap putih telur ayam,
protein susu sapi, terigu, kacang tannah, jeruk sitrun, dan bahan protein
kedelai. Orang dewasa alergi terhadap ikan bertulang belakang, kerang, kacang
tanah, kacang berpohon atau kacang kenari, coklat, buah-buahan, jeruk, sitrun
atau apel, strawberri, persik, sayuran (tomat, seledri, bawang, dan daun sop),
daging (sapi dan babi), serta kerang, udang kering, udang galah, kepiting dan
renis. Bila demikian adanya, kejadian alergi makanan akan menurun sejalan
dengan pertambahan usia. Tambah pula makanan akan lebih bersifat alergik dalam
keadaan segar ketimbang telah dimasak.
Alur kejadian intoleransi makanan berbeda
dengan alur kejadian alergi makanan reaksi simpang. Intoleransi makanan timbul
akibat terlepasnya histamin melalui serangkaian reaksi non-imunologis. Enzim
saluran cerna berperan dalam mekanis ini. Pasien yang kebetulan mengalami
defisiensi enzim dioksidasi yang bertugas menguraikan histamin dalam usus, akan
dengan mudah mengalami alergi begitu terpapar oleh alergen. Pasien yang
menyantap hidangan zat aditif sulfur dioksida contohnya akan cepat mengalami
reaksi alergi jika dia menderita defisiensi sulfit, oksidasi yaitu enzim yang
bertugas memetabolisme sulfit yang terkandung dalam makanan. Selain itu,
terdapat makanan tertentu yang sulit dicerna bila disantap dalam jumlah besar.
Makan tersebut antara lain fruktosa, sorbitol, klilitol, manitol, dan sugar
alkohol.
Reaksi yang tidak diinginkan (reaksi
simpang) terhadap makanan dibagi menjadi 2 yaitu reaksi yang dapat terjadi pada
semua orang dan reaksi yang berkembang hanya pada mereka yang peka. Respons
terhadap makanan yang mengandung toksin, cemaran mikrobiologis atau zat aktif
farmakologis tidak terjadi melalui mekanis alergi. Gejala dapat berkembang pada
orang yang menyantap makanan tertentu dalam jumlah besar. Reaksi demikian kerap
tak terduga karena kemungkinan ketercemaran makanan sebelum disantap sulit
diketahui. Contohnya keracunan histamin akibat mengkonsumsi ikan yang
menampakkan reaksi yang mirip dengan reaksi alergi akut. Tetapi tidak melalui
mekanisme alergi dan dapat dialami oleh semua orang. Kekurangan laktase pada
anak adalah suatu contoh lain dari intoleransi makanan nonalrgi akibat ganguan
metabolisme yang kemudian timbul sebage diare krnis serta gejala ganguan
lambung stelah minum susu. Selain ada, pula non-immunologis akibat kontak
(terutama penderita dermatitis atopi) dengan asam benzoat yang terkandung dalam
jeruk sitrun.
Reaksi yang berkembang hanya pada orang
peka dapat merupakan akibat hipersensitivitas fisik yang sejati terhadap
komponen makanan, atau sekedar faktor psikologis (avvevision). Meskipun demikian food avverision juga dapat disertain
dengan alergi makanan yang sebenarnya dapat menetap atau meskipun gejala
alerginya sendiri telah mereda.
Tabel 2.3 Bahan makanan yang mengandung zat pencetus toleransi makanan
Histamin
|
Tiramin
|
Dopain
|
Sirotonin
|
Fenilitilani
|
Pisang,
daging sapi, hati ayam, bir, ikan, daging olahan, salami, kedelai, terung,
asinan kubis, strowberi, tomat, bayam, anggur, ragi.
|
Tape
kacang, bir, ekstrak ragi, hati ayam, daging, terung, asinan kubis, saus
kedelai, anggur, yogurt, jeruk sitrum.
|
Alpukat,
kacang, kacang fava.
|
Alpukat,
pisang, cumi-cumi, kenari, tomat, kemiri, nanas, pisang raja, buah plum.
|
Keju,
keju kuning, coklat, cocoa, coca cola, anggur merah, strawberi kalengan.
|
Zat vasoaktif lain adalah triptamin (keju, tomat), oktopamin (jeruk sitrum). Selain
mengandung histamin, adapula makanan atau minuman yang menyebabkan pelepasan
histamin, yaitu putih telur, ayam mentah, kerang, strawberi, coklat, jeruk
sitrum, tomat, alkohol, ikan dan daging babi.
Enzim inhibitor;
benzoat, BHA, BHT, tartazin, salisilat, nitrat, dan sulfit.
|
||||
1. Ikan : semua tuna baik segar atau yang telah diproses
(termasuk ikan kalengan)
2. Kedelai : termasuk tempe, tahu dan tauco
3. Tomat : termasuk saus tomat
4. Anggur : semua jenis anggur
5. Daging : semua daging yang diproses termasuk masakan
kare
6. Saus kedelai : termasuk tempe dan misu
|

C. GEJALA KLINIS
Reaksi alergi terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu tipe segera dan tipe lambat. Alergi yang segera terjadi tidak lama
(sekitar 2 jam) setelah berkontak dengan alergen disebut reaksi segera (immediate type). Reaksi yang berlangsung lambat (terjelma lebih dari 24 jam)
dimasukkan ke dalam kelompok reaksi tipe lambat (delayed type).
Tabel 2.5 Perbandingan penyebab dan gejala alergi serta intoleransi makanan
|
Alergi
makanan
|
Intoleransi
makanan
|
Gejala
|
Rasa
gatal dan terbakar yang disertai bengkak sekitar mulut, hidung brair, kulit
kemerahan (eksim), uritikaria, diare, keram perut, sulit bernapas
(asma/mengi), mual dan muntah
|
Nervus,
tremor, palpitasi, napas cepat, sakit kepala, migrein, diare, kulit rasa terbakar,
sulit bernapas (mirip asma), reaksi mirip alergi
|
Penyebab
umum
|
Telur,
kacang, wijen, gluten, ikan, bebijian (rye, gandum oat), kedelai, mollusca /
hewan lunak (oyster, mussels, clam, squid, octopus), crustacea / udang
(llobster, udang, udang kering), buah (berri, tomat, ketimun, kentang putih,
mustard), zat aditif (benzoate, salisilat, MSG, derivat sulfit).
|
Susu
dan produk olahannya (keju, yogurt), coklat, telur (utamanya putih telur),
penguat rasa (MSG), zat penambah, buah tertentu (strawberi, tomat), anggur
(terutama anggur merah), dan makanan yang mengandung histamin (atau amin
lain)
|
Alergi makanan, termasuk intoleransi,
mengganggu berbagai organ mulai dari sistem kulit yang kasat mata hingga sistem
persarafan yang rumit bak jaring laba-laba berdasarkan sistem yang terkena,
gejala klinis timbul sebagi berikut:
1. Gejala umum yang timbul berupa reaksi anafilaksis, kelemahan,
demam, kemerahan pada daerah muka dan leher (flusbing), berkeringat banyak, dan
nyeri otot yang begitu berat.
2. Kulit terasa gatal merah, eksin (dermatitis atopi),
urtikaria atau biduran, serta pembengkakakn setempat.
3. Gejala pada wajah, terlihat sebagai mata yang terasa
gatal dan berair, bibir membengkak, termasuk lidah dan tenggorokan.
4. Gangguan pada sistem pernapasan, timbul sebagai batuk
asma (lebih sering mengenai anak ketimbang dewasa), napas berbunyi, hidung
buntu, hidung terasa gatal dan berair, sore throat, hay-fever, dan sulit
bebicara.
5. Kerusakan sistem gastrointestinal, tergambar sebagai
perut kembung, sering flatus (membuang gas dari anus), keram, nyeri, kholik,
naosea, tidak nafsu makan, mual, muntah, diare, rasa terbakar di dubur, dan
gejala IBD.
6. Jantung berdeguk kencang, pusing, tekanan darah rendah,
bahkan pingsan yang merupakan cerminan gangguan sistem kardiovaskuler.
7. Gejala akibat gangguan sistem saraf, timbul akibat sakit
kepala, mudah marah, pusing, faint, mengantuk, gangguan kesadaran, termasuk
hipoglikemia, dan juga kejang.
Tabel 2.6 Penyakit yang diduga timbul akibat alergi makanan:
Dewasa
|
Anak
|
Kulit
gatal, fibrosis, fibrosis kistik, anaesietas, depresi, asma, gastritis,
kelainan kulit, IBD, atritis, insomnia, retensi cairan, migraain, bronkitis,
malabsorbsi, inkontensia urin, colieace disease, masalah berat badan.
|
Autisme, artritis, colieace disease, sembelit, fibrosis kistik, diare,
distress bayi, kelainan kulit, gastritis, sakit kepakla, gangguan tidur.
|
Intoleransi
menyebabkan beberapa gangguan terhadap anak, yaitu antara lain:
a. Gangguan Neuroanatomi
Alergi Dengan berbagai
mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi tubuh dapat menimbulkan
beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan
sesaat memori (lupa). Beberapa penelitian menunjukkan hal tersebut,
misalnya Krotzky tahun 1992 mengatakan migraine, vertigo dan sakit kepala dapat
disebabkan karena makanan alergi atau kimiawi lainnya.
Strel'bitskaia tahun 1974 mengemukakan bahwa pada penderita asma didapat
gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan
kaitannya dengan manifestasi klinik.
b. Gangguan Neuro Anatomi Fungsional
(Gangguan Perkembangan Dan Perilaku)
Reaksi alergi dengan
berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu
neuroanatomi fungsional, selanjutnya akan mengganggu perkembangan.
Yang dimaksud dengan
gangguan perkembangan adalah gangguan fungsi psikomotor yang mencakup fungsi
mental dan fungsi motorik. Anggota gerak kita atau organ tulang rangka kita
dapat juga terkena gangguan perkembangan.
a) Gangguan Motorik Berlebihan
Pada bayi baru lahir
ditandai dengan gerakan kaki dan tangan yang berlebihan, tampak bayi tidak mau
diselimuti atau dibedong. Bila digendong sering minta turun atau sering
bergerak. Pada usia 4 hingga 6 bulan sudah berusaha untuk jalan, padahal
kemampuan berjalan normal pada usia 12 bulan. Kadang menghentakkan kepala
ke belakang-membentur benturkan kepala. Pada usia lebih besar tampak tidak mau
diam, bergerak terus tak tentu arah tujuannya. Disertai kebiasaan menjatuhkan
badan secara keras ke tempat tidur (smack down).
b) Gangguan Koordinasi Dan Keseimbangan
Gangguan koordinasi yang
dapat diamati adalah biasanya anak tidak mengikuti atau melewati fase
perkembangan normal sesuai dengan usianya. Pola perkembangan motorik yang
terganggu biasanya adalah bolak-balik badan, duduk, merangkak,
berdiri atau berjalan. Beberapa anak kadang tidak mengikuti pola tersebut, misalnya
anak tidak mengalami duduk atau merangkak tapi langsung berjalan atau bias
berdiri dahulu baru duduk. Selain itu anak tidak mengikuti pola normal
perkembangan motorik sesuai usia, misalnya baru bias bolak-balik baru usia di
atas 5 bulan atau duduk usia 11 bulan.
Pada usia lebih besar atau
di atas 1 tahun, ditandai oleh aftifitas berjalan seperti terburu-buru atau
cepat sehingga kemampuan berjalan terlambat. Bila berjalan sering jatuh, atau
menabrak benda di sekitarnya. Kebiasaan lainnya adalah bila berjalan jinjit
atau bila duduk bersimpuh posisi kaki ke belakang seperti huruf W.
c) Gangguan Tidur
Gangguan tidur banyak sekali
penyebabnya, alergi pada anak tampaknya sebagai salah satu penyebab yang
paling sering. Tirosh tahun 1993 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa apada
penderita asma dan alergi sering disertai oleh adanya gangguan tidur berupa
sering terjaga waktu tidur, lama tidur lebih pendek dan gangguan tidur
lainnya.
Gangguan tidur pada alergi
bisa terjadi sejak bayi. Pada penelitian kami menunjukkan bahwa bayi yang
beresiko dan mempunyai gejala alergi sejak lahir sering pada 3 bulan
pertama mengalami kesulitan tidur terutama pada malam hari. Biasanya bayi
sering terbangun terutama tengah malam hingga menjelang pagi, kadang disertai
sering rewel dan menangis pada malam hari. Bila
berat biasanya disertai dengan keluhan kolik (menangis histeris yang tidak
diketahui sebabnya). Pada usia yang lebih besar biasanya ditandai dengan awal
jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah (bolak balik posisi badannya),
kadang dalam keadaan tidur sering mengigau, menangis dan berteriak. Posisi
tidurpun sering berpindah dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Tengah malam
sering terjaga tidurnya hingga pagi hari, tiba-tiba duduk kemudian tidur
lagi, posisi tidur sering tengkurap.
Pada anak usia sekolah,
remaja dan dewasa biasanya ditandai dengan mimpi buruk pada malam hari. Mimpi
buruk yang tersering dialami adalah mimpi yang menyeramkan seperti didatangi
orang yang sudah meninggal atau bertemu binatang yang menakutkan seperti ular.
Judarwanto W tahun 2002
mengemukakan bahwa dalam pengamatan pada 245 anak dengan gangguan
pencernaan karena alergi, didapatkan 80% anak mengalami gangguan tidur
malam. Setelah dilakukan penatalaksanaan diet alergi, menunjukkan 90%
penderita tersebut terdapat perbaikan gangguan tidurnya.
d) Gangguan Konsentrasi
Anak mengalami gangguan
pemusatan perhatian, sering bosan terhadap suatu pekerjaan atau kegiatan
kecuali jika menonton televise. Anak tampak tidak bisa duduk lama di kursi. Di
kelas tidak dapat tenang menerima pelajaran , sering mengobrol, mengganggu
teman dll, bila mendapat mendengar cerita tidak bisa mendengar atau mengikuti
dalam waktu lama. Yang menonjol meskipun tampak tidak memperhatikan bila
berkomunikasi tetapi anak dapat merespon komunikasi itu dengan baik dan
cepat.
e) Keterlambatan Bicara Atau Gangguan
Bicara
Salah satu manifestasi
alergi pada anak adalah keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara bila
disertai manifestasi alergi yang dominan pada anak maka harus dievaluasi lebih
jauh apakah ada keterkaitan antara 2 hal tersebut. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk
ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus
kalosum dan lintasan pendengaran yang berhubungan. Diduga manifestasi alergi
ikut berperanan memperberat gangguan yang sudah ada tersebut.
Gangguan bicara pada alergi
biasanya membaik secara pesat setelah usia 2 tahun. Hal ini mungkin yang bisa
menjelaskan akan keterkaitan gangguan pencernaan pada alergi yang mengganggu
fungsi otak. Dimana gangguan pencernaan pada penderita alergi akan membaik pada
usia 2 tahun juga.
Kemungkinan adanya kesulitan
berbahasa harus difikirkan bila seorang anak terlambat mencapai tahapan unit
bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa tersebut dapat berupa suara,
kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur pula oleh aturan tata
bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk kalimat yang benar
dan seterusnya.
Keterlambatan bicara terjadi
pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering
terjadi. Sebanyak 1% anak mengalami keterlambatan bicara tetap tidak dapat
bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang mengalami keterlambatan ringan
akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan mengalami kesulitan berbahasa,
kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya. Biasanya keluhan
ringan inilah yang berkaitan langsung dengan gangguan alergi
Manifestasi alergi yang
timbul berulang dan terus menerus lebih dari 2 minggu, dapat mempengaruhi
gangguan bicara pada bayi tertentu di bawah 1 tahun. Kemampuan bicara bisa di
evaluasi sejak lahir. Kemampuan berbicara tersebut harus diperhatikan cermat
dengan mengamati secara teliti menghilang atau berkurangnya bunyi-bunyian
yang di mulut (babbling/ngoceh). Beberapa kata yang biasa diucapkan seperti ba,
da, ma, atau pa tiba-tiba menghilang pada usia tertentu.
Setelah manifestasi alergi diperbaiki dengan penatalaksanaan diet tampak
kemampuan tersebut membaik lagi. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa memang
keterlambatan bicara bisa dipengaruhi oleh gangguan alergi.
Gangguan bicara lainnya bisa
terjadi adalah disleksia, echolalia (menirukan setiap perkataan orang lain) dan
stuttering (gagap).
f) Agresif
Tanda agresif pada bayi
sudah bisa diamati pada kebiasaan menggigit dan menjilat yang berlebihan.
Pada bayi muda dilihat dari kebiasaan bayi memasukkan semua tangan bahkan
sampai memasukkan kaki ke mulut. Pada usia lebih dari 6 bulan sudah tampak
aktifitas menggigit yang berlebihan ditandai oleh gigitan pada tangan, pundak
atau mulut orang yang menggendong. Sedangkan kebiasaan menjilat yang berlebihan
ditandai dengan aktifitas menjilat pada semua barang yang dipegang, pada sprei
dan permukaan meja.
Kecenderungan lainnya adalah pada usia di atas 6 bulan mulai sering memukul
muka, kepala orang lain atau kepala sendiri. Kebiasaan lainnya adalah
menjambak rambut sendiri atau rambut orang lain. Bila usia lebih besar biasanya
tidak hanya memukul dengan tangan tetapi juga kebiasaan memukul dengan tongkat
pada benda di sekitarnya. Di atas usia 1 tahun selain memukul ditambah dengan
kebiasaan mencakar dan mencubit orang lain. Kadangkala juga tampak kebiasaan
melempar mainan atau benda yang dipegang secara berlebihan.
g) Gangguan Emosi
Gangguan emosi sering
terjadi pada anak alergi. Pada bayi sudah tampak bahwa bayi kalau berteriak
sangat keras, bila minta minum sering tidak sabaran. Pada anak yang lebih besar
tampak mudah marah, gampang berteriak, bila marah sering histeris, melempar
benda yang dipegang hingga temper tantrum, sering membentur kepala atau memukul
kepala.
h) Hiperkinesia
Gangguan hiperkinesia yang
terjadi adalah overaktif, sulit mengontrol tubuhnya untuk diam, anak selalu
bergerak dan tampak tidak tenang, sulit konsentrasi, hingga ADHD. Meskipun diduga ADHD kemungkinan
terjadi gangguan organic dari otak.
i) Autism Dan Alergi
Autisma adalah gangguan
perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial.
Autism hingga saat ini masih
belum jelas penyebabnya. Tetapi penelitian biomolekular sudah dapat
mengidentifikasi pola DNA penderita Autism, artinya kemungkinan sudah ada bakat
genetik pada kelainan ini. Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan
autism dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena
manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism berkaitan
erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan
IgE dengan penderita Autism.
Hal ini dapat juga
dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan
gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan
penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa
gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
D. PEMERIKSAAN LABORATORIS
Uji laboratorium digunakan untuk
memastikan makanan pemicu alergi, tetapi hasil penguji negatif tidak berarti
bahwa pasien tidak menderita alergi makanan. Pada pemeriksaan darah tetapi atau
ditemukan eosinofeilia yang berarti bahwa pasien sedang mengalami alergi,
tetapi tidak dapat lkangsung membidik makanan sebagai penyebab. Kristal
Charcot-Leyden biasanya tergambar pada pemeriksaan tinja atau cairan mukosa
lambung. Kadar IgA dan IgE dapat diteropong dengan pemeriksaan serum
imunoglobulin. Defisiensi IgA tampak pada penderita gangguan cerna, termasuk
gangguan yang ditimbulkan oleh proses alergi. Fraksi IgE meninggi, yang
mencerminkan mekanisme hipersensitivitas memang sedang berlangsung.
a. Uji RAST
Pemeriksaan dengan menggunakan radioallergosorbent technique (RAST)
berhasil mengidentifikasi antibodi terhadap IgE. Uji RAST mengidentifikasi
antigen spesifik didalam darah terhadap makanan atau substansi tertentu. Uji
RAST ini sangat bermanfaat bila diterapkan pada pasien yang pernah mengalami
alergi berat bahkan syok anafilaktik. Pasien dermatitis atopi luas yang tidak
layak atau tidak diizinkan menjalani uji skin scratch atau prick, akan
memperoleh manfat dengan prosedor arternatif ini .
b. Uji DBPCFC
Bako emas diagnostik tentu saja
dengan menggunakan double blind placebo
controlled food chaallenge (DBPCFC) test.
Alergen tersangka (susu, ikan, kedelai, dll) dimasukan ke dalam kapsul atau di
dalam makanan. Pasien diminta menyantap sedian tersebut sambil diawasi dengan
seksama. Tes tersebut disebut double blind
karna baik pengguji maupun pasien tidak mengetahui bahwa kapsul atau makanan
mana yang telah di tambahkan alergen. Selain preparat yang berisi alergen, pasien
juga di suguhi santapan serupa yang tidak ditambahkan alergen. upaya ini
ditujukan untuk memastikan adanya zat selain alergen yang telah di curigai
menyebabkan reaksi alergi.
c. Uji Pulse
Dengan uji ini, penderita diajarkan
untuk mengamati pengaruh makanan terhadap denyut nadi. Makanan penyebab alergi
diyakini mampu menambah frekuensi denyut nadi. Oleh sebab itu, frekuensi denyut
nadi basal harus dihitung sebelum makanan yang dicurigai mencetuskan reaksi
alergi disantap.
Langkah selanjutnya, setelah frekuensi
nadi dihitung dan dicatat, adalah menyantap makanan (ingat : hanya 1 macam) yg ingin dicoba (mungkin saja
santapan ini belum pernah dikonsumsi). Frekuensi denyut nadi dihitung pada
menit ke 15, ke 30, dan ke 60 setelah menyantap makanan tersebut. Peningkatan
frekuensi nadi lebih dari 6-8 denyut permenit (10% dari denyut basal) merupakan
pertanda bahwa seorang mengalami alergi terhadap makanan tersebut, meskipun
gejala dan tanda alergi belum muncul. Reaksi lambat, 1-3 hari setelah menyantap
makanan tak dapat diamati dengan pulse
test. Hal tersebut adalah satu-satunya keterbatasan uji ini, selain melakukan uji diri sendiri
dirumah (tanpa pengawasan) bagi penderita yang cenderung mengalami syok
anafilaktik.
Uji denyut nadi dapat diulang dengan
menggunakan makanan lain sebelum penguji dilakukan frekuensi denyut harus terlebih dahulu
kembali ke nilai basal.
E. DIAGNOSIS
a. Diagnosis banding
1.
Gastroenteritis akibat infeksi awalnya memiliki gejala yang mirip dengan intolernsi
makanan. Onset yang berlangsung akut, demam, dan perjalanan klinis amat
membantu penegakan diagnosis. Perjalanan klinis tersebut dapat berupa
ketegangan perut, diare, malabsorbsi lemak, dan nafsu makan yang kurang.
2.
Intoleransi karbohidrat (malabsorbsi laktosa, sukrosa dan glukosa) harus
dipertimbangkan keberadaanya bila kita berhadapan dengan kasus intoleransi
makanan (atau makanan formula). Namun gejala klinis keduanya sulit dibedakan.
3.
Celiac disease merupakan
intoleransi khas terhadap gliadin (komponen gluten yang terselip dalam gandum,
rye, dan serealia lain) dan dapat timbul bersamaan dengan gejala yang diduga
alergi makanan. Pada keadaan ini ketegangan perut dan hilangnya motilitas usus
amat menonjol.
4.
Kolitis dapat
terjadi pada bulan pertama kehidupan yang kebanyakan (65%) menjangkiti bayi
pengonsumsi ASI, sedangkan selebihnya adalah mereka yang diberikan susu sapi
dan kedelai. Penderita tampak sehat, tetapi pada pemeriksaan laboratoris
terhadap tinja menampakkan bercak darah.
5. Fibrosis kistik dianggap ada jika terlihat gejala yang mengarah pada
dugaan hipersensitifitas (mengi, bronkitis atau batuk kronis), keluhan gangguan
saluran cerna yang diperburuk oleh pemberian makanan berlemak.
b. Diagnosis
Diagnosis alergi makanan didasarkan
pada anemnesis untuk menentukan makanan yang dicurigai, jumlah yang termakan,
awal timbulnya alergi (onset), dan frekuensi terjadinya alergi.
Anemnesis yang cermat ke arah
kemungkinan makanan yang dicurigai merupakan kunci sukses penegakan diagnosis,
terutama bila kita bisa menggali keterangan bahwa gejala yang dikeluhkan lenyap
bila makanan tertentu tidak lagi ditentukan dalam menu makanan sehari-hari.
Keterangan tentang pangan seharusnya berkomponen pada komponen yang khas,
jumlah, frekuensi, dan gejala yang kemudian muncul. Pelaku anamnesis harus
menguasai informasi tentang pangan secara luas sehingga anamnesis dapat
terfokus. Riwayat penyakit merupakan hal yang penting untuk merencanakan uji
tentang makanan (food challenge test).
F. PENANGANAN
Penanganan alergi makanan mencakup
tindakan menghindari konsumsi seluruh makanan penyebab alergi dan penggunaan
obat (salah satunya, antihistamin) untuk mengurangi gejala yang terlanjur
timbul. Pendekatan yang terbukti bermanfaat adalah meghindari makanan yang
berpotensi memicu timbulnya reaksi alergi. Oleh sebab itu, pola diet harus
segera disusun, tentu saja tidak melibatkan makanan pencetus alergi. Bagi si
pasien, hal ini juga bermanfaat unutk menjaga agar tidak terjadi defisiensi zat
gizi tertentu akibat pembatasan tersebut.
a. Penanganan khusus
Penanganan
khusus diarahkan pada pasien yang menderita alergi makanan tertentu saja.
Penderita alergi susu harus dijauhkan dari susu atau produk olahannya, yaitu
seperti semua produk olahan susu (susu murni, susu bubuk,
susu formula) dan menggantinya dengan susu dari wijen, kedelai, kelapa, atau
almond.
Dan bagi
mereka yang alergi telur juga harus dihindarkan dari makanan yang mengandung
telur dan makanan olahannya.
Serta
yang alergi kacang juga tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan berbahan dasar
kacang, misalnya, Minyak kacang, kacang tanah, campuran kacang, selai kacang, tepung kacang. Sehingga harus memperhatikan komposisi makanan yang
dikonsumsi.
b. Suplementasi zat gizi
Pemberian vitamin C
dosis tinggi (2 g/hari) berkhasiat meredakan asma yang dilatarbelakangi reaksi
alergi bagi orang dewasa. Sebanyak 250 mg dua kali sehari (anak berusia 3-6
tahun) dan 500-1000 mg dua kali sehari (diatas 6 tahun) sangat dianjurkan (C.
Bucca, 1990).
c. Terapi Medikamentosa
Obat-obat yang digunakan untuk meredakan
gejala yang terlanjur tumbuh adalah antihistamin, dan epinefrin. Antihistamin
berkhasiat hanya pda alergi ringan, sementara pada kasus berat akan lebih baik
bila epinefrin disuntukkan terlebih dahulu.
Klasifikasi Obat
|
Bersin
|
Gatal
|
Sekresi
|
Kongesti
|
Radang
|
Onset
|
Antihistamin
|
+++
|
+++
|
+++
|
+
|
-
|
Cepat
|
Simpatomimetik
|
-
|
-
|
+
|
++++
|
-
|
Cepat
|
Glukokortikoid
|
+++
|
+++
|
+++
|
++++
|
++++
|
Lambat
|
Antikolinergik
|
-
|
-
|
++++
|
-
|
-
|
Cepat
|
Immunoterapi
|
++++
|
++++
|
++++
|
++++
|
++++
|
Lambat
|
G.
PENCEGAHAN
Pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan
pertama pada kehidupan berkhasiat mencegah perkembangan alergi, setidaknya
memperlambat perkembangan penyakit atopi (Oddy et al.1991). Ada beberapa
makanan yang sebaiknya tidak diberikan dulu pada bayi Ibu sebelum mencapai usia
tertentu, untuk menghindari meningkatnya risiko alergi sampai sistem kekebalan
tubuhnya terbentuk.
·
Gluten (sebelum 6 bulan), Gluten adalah protein yang ditemukan
dalam biji-bijian seperti gandum, gandum hitam, gandum barley dan gandum oat.
Ibu sebaiknya tidak memberikan makanan ini sampai usia 6 bulan Carilah produk
makanan yang berlabel 'bebas gluten'.
·
Makanan Laut (sebelum 6 bulan), Ikan dapat menyebabkan reaksi
alergi pada sebagian bayi, maka Ibu sebaiknya tidak memberi ikan pada bayi Ibu
sebelum dia berusia 6 bulan. Setelah usia bayi Ibu mencapai 6 bulan, ikan bisa
menjadi bagian dari menu yang seimbang.
·
Kacang dan makanan yang mengandung kacang sebaiknya tidak
diberikan kepada bayi dari keluarga dengan riwayat alergi sampai dia berusia
setidaknya 3 tahun. Selain itu, jangan memberi segala jenis kacang secara utuh
pada anak balita karena berisiko tersedak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alergi
terhadap makanan adalah reaksi tak lengkap sistem kekebalan terhadap makanan
yang menimbulkan pengaruh tidak menyenangkan (adverse reactin). Gejala alergi antara lain: rasa gatal dan
terbakar yang disertai bengkak sekitar mulut, hidung brair, kulit kemerahan
(eksim), uritikaria, diare, keram perut, sulit bernapas (asma/mengi), mual dan
muntah.
Sedangkan
intoleransi makanan (food intolerance)
adalah istilah umum untuk menjelaskan respon fisiologis yang tak normal
terhadap makanan atau zat aditif. Reaksi ini tidak terbukti berkaitan dengan
sistem kekebalan, tetapi berkaitan dengan berbagai faktor antara lain adalah
pencemar toksik (histamin pada familia ikan tuna), piranti farmakologisyang
terkandung dalam makanan (kafein dalam kopi atau tiramin dalam keju),
karakteristik si penderita seperti gangguan metabolik (defisiensi laktase), dan
reaksi idiosinkrasi. Zat-zat pemicu intoleransi yaitu antara lain 1) amines, 2)
salicylates, 3) glutamate, 4) sulfit, 5) benzoates, 6) sorbat, 7) laktose, 8)
perwarna, 9) antioksidan, 10) nitrat dan nitrit. Dan makanan yang sering
menjadi pencetus intoleransi antara lain adalah telur, ikan, kacang, susu dan
gandum. Gejala intoleransi antara lain: nervus, tremor,
palpitasi, napas cepat, sakit kepala, migrein, diare, kulit rasa terbakar,
sulit bernapas (mirip asma), reaksi mirip alergi.
Perbedaan
alergi dan intoleransi makanan:
|
Alergi
|
Intoleransi
|
Prevalensi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Usia
|
Kebanyakan
bayi dan anak-anak
|
Dewasa
|
Pemicu
|
Biasanya
protein pada makanan
|
Zat
dalam makanan (histamin, dopain, fenilitalanin, sirotonin, tiramin)
|
Mekanisme
|
Imunologis
|
Defisiensi
enzim
|
Gejala
|
Saluran
cerna dan napas, kulit, anafilaksis
|
Hanya
saluran cerna
|
Morbiditas
|
Dapat
tinggi
|
Rendah
|
Diagnosis kadar IgE, Skrining, Konfirmasi
|
Biasanya
meningkat
Uji
kulit, dan uji bin vitro
|
Rendah
Ph,
tampilan tinja, kurangi asupan
|
Penanganan
|
Hindari
makanan tersebut dan menggantinya dengan alternatif lainnya
|
Kurangi
asupan makanan tersebut
|
Prognosis
|
Kebanyakan
swasirna
|
Sepanjang
usia
|
Profilaksis
|
Berikan
ASI esklusif, formula khusus, tunda makanan tambahan
|
Enzyme replacement, pemberian vitamin C, pemberian obat
|
3.2 Saran
Berikut merupakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya alergi:
1. Olahraga
yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan olahraga yang bermanfaat menjaga
kondisi fisik agar tetap sehat.
2. Keseimbangan
emosional yaitu mempelajari cara untuk rileks dengan tehnik pernapasan yang
tepat.
3. Yoga/
filosofi bergerak yaitu melakukan gerakkan-gerakan yang berguna untuk menenangkan
sistem saraf, melemaskan tubuh dan jiwa, dan menyelaraskan keadaan emosional.
4. Energi
sehat merupakan pemikiran positif yang tepat untuk mencegah timbulnya alergi
lagi.
5. Kekuatan
air merupakan penggunaan tehnik hidroterapi agar tidak mengalami alergi air
dengan beberapa cara yaitu cuci hidung, kompres kulit, dan mandi uap.
6. Refleksi
dan kesehatan merupakan penyembuhan dengan tehnik refleksi, yaitu pemijatan
pada titik-titik saraf pada telapak kaki.
7. Aroma
yang menyehatkan yaitu menggunakan minyak essensial yang secara alami diekstrak
dari tumbuh-tumbuhan karena efek terapiknya. Dengan cara penguapan, mandi, dan
pemijatan.
8. Penggunaan
bahan alami pereda alergi, yaitu penggunaan tumbuh tumbuhan yang digunakan
untuk mencegah alergi dengan diseduh dan diminum.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. MB,
Arisman.2009.Keracunan Makanan.Jakarta:EGC
2. Datusanantyo,
Arian.2009.Bebas Alergi.Yogyakarta:
Kanisius
3.
Alergi makanan pada anak
mengganggu otak dan perilaku anak oleh Judarwanto Widodo.http://puterakembara.org/rm/Alergi1.shtml. 2011 Nov 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar