Senin, 31 Juli 2017

Makalah Alergi Makanan dan Intoleransi



MAKALAH
ALERGI MAKANAN DAN INTOLERANCE

Merupakan tugas mata kuliah Dasar Ilmu Gizi
Dosen pengampu : Merita Eka R, S.KM.










Disusun oleh kelompok 15:

1.    Endang Zaeni Ariyanti              (SK.210.017)
2.    Ovin Eko                                    (SK.210.035)






PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Jika kulit anda terasa gatal dan merah setelah menyantap makanan tertentu, berarti anda mengalami alergi. Hal tersebut sebagian kecil gejala. Hal lebih parah yang dapat terjadi, anda dapat tak sadarkan diri akibat anafilaktik, yaitu dampak reaksi antigen-antibodi yang sedemikian berat sehingga bukan tidak mungkin akan berakhir dengan kematian.
            Prevalensi kasus alergi makanan di Eropa berada dalam kisaran 1,4-2,4% (dewasa) hingga 0,3-7,5% (anak). Sepuluh persen dari angka ini berupa penyakit atopi. Sekitar 1% orang dewasa hingga 2-2,5% anak di dunia menderita alergi makanan sejati (true food allergy). Sekitar 6-8% anak berusia dibawah 3 tahun menderita alergi makanan. Angka ini cenderung meninggi (1 sampai 3 kasus) pada anak yang juga mengidap dermatitis atopi. Prevalensi ini akan menurun seiring pertambahan usia hingga angka 2% ketika penderita menapaki usia dewasa (Taylor dan Hefle, 2001; W.Burks, 2001).
            Dampak alergi terhadap kualitas hidup sangat jelas, yaitu keterbatasan dalam memilih santapan membatasi ruang lingkup sosial para penderita. Jamuan makan sosial yang dipenuhi oleh hidangan, misalnya kepiting atau udang membuat para penderita menjauh. Anak yang selalu didera alergi akibat mengkonsumsi alergen dalam jumlah sedikit, akan menyimpan pikiran negatif tentang status kesehatannya dan menimbulkan ketegangan bagi orang tuanya. Anak pengidap alergi juga bermasalah dalam proses pembelajaran dan kehidupan sosial (Meltzer 2001).

1.2   Rumusan Masalah
־      Bagaimana alergi dan intoleransi dapat terjadi?
־      Apa perbedaan antara alergi dan intoleransi?
־      Hal apa saja yang mempengaruhi terjadinya alergi dan intoleransi?
־      Bagaimana cara untuk mendiagnosis alergi dan intoleransi serta penanggulangannya?
־      Hal apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah alergi makanan dan intoleransi?

1.3   Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
־      Mengetahui hal-hal yang menyebabkan alergi makanan dan intoleransi
־      Dapat membedakan antara alergi makanan dan intoleransi
־      Mengetahui makanan yang dapat menyebabkan alergi dan intoleransi
־      Mengetahui batasan alergi dan intoleransi
־      Mengetahui pemeriksaan terhadap alergi
־      Dapat mendiagnosis alergi dan intoleransi
־      Dapat menanggulangi kasus alergi dengan/atau tanpa obat
־      Dapat mencegah hal-hal yang menimbulkan alergi makanan dan intoleransi

1.3.2 Tujuan Umum
Masyarakat dapat mengetahui penyebab dan penanganan alergi makanan dan intoleransinya.






























BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
a.   Alergi Makanan
          Alergi terhadap makanan adalah reaksi tak lengkap sistem kekebalan terhadap makanan yang menimbulkan pengaruh tidak menyenangkan (adverse reaction) bagi sebagian kecil orang, sedangkan populasi yang lebih besar justru sebaliknya (British Nutrition Foundation, 2001). Sistem imunitas pada pasien ini gagal mengenali protein makanan sebagai substansi yang aman, bukan sebagai alergen (proses sensitisasi) yang memproduksi IgE oleh sel beta. Keterpaparan lebih lanjut dari alergen serupa akan memicu pelepasan histamin dan zat proinflamasi lain oleh sel mast.
          Alergi makanan (food allergy) yang sejati, melibatkan sistem kekebalan tubuh dan terjadi bila alergen (biasanya protein atau asam amino) masuk kedalam tubuh dan merangsang antibodi yang spesifik terhadap makanan tersebut (IgE) sehingga menimbulkan immediate hypersensitivity atau melibatkan sel T yang timbul sebagai reaksi lambat (delayed hypersensitivity). Kecepatan reaksi bergantung pada integritas mukosa saluran cerna dan kemampuan penderita menangkal respons yang tidak normal tersebut. Sementara itu keparahan dan lokasi reaksi ini bergantung pada jumlah, bentuk, dan pemprosesan makanan selain olahraga yang dilakukan setelah bersantap, kepekaan perorangan, dan jumlah histamin (atau zat kimia lain) yang terlepas.

b.   Intolerance
          Intoleransi makanan (food intolerance) adalah istilah umum untuk menjelaskan respon fisiologis yang tak normal terhadap makanan atau zat aditif. Reaksi ini tidak terbukti berkaitan dengan sistem kekebalan, tetapi mungkin berkaitan dengan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah pencemar toksik (histamin pada familia ikan tuna), piranti farmakologisyang terkandung dalam makanan (kafein dalam kopi atau tiramin dalam keju), karakteristik si penderita seperti gangguan metabolik (defisiensi laktase), dan reaksi idiosinkrasi.
          Secara rinci, intoleransi makanan mencakup malabsorbsi makanan yang disebabkan oleh defisiensi enzim (contohnya, intoleransi laktosa), reaksi simpang terhadap bahan kimia alami yang terkandung dalam makanan (serotonin, tiramin, histamin, dan salisilat), reaksi yang dipicu oleh pengawet (natrium benzoat dan sulfit), penguat rasa (MSG), serta pewarna makanan (tartazine). Kecepatan reaksi sangat bergantung pada dosis, bahan kimia lain yang dikonsumsi bersamaan, stress, kadar hormon (wanita lebih peka sebelum haid), dan penggunaan obat lain terutama NSAID.
Tabel 2.1 Zat penyebab intoleransi makanan
Substansi
Penjelasan
Terdapat pada
Amines
Histamin, tiramin, triptamin, serotonin, dopamin, feniletilamin, yang terkandung secara alami dalam bahan makanan atau dihasilkan selama peragian.
diproduksi selama fermentasi dan pemecahan protein ditemukan dalam keju, coklat, anggur, bir, tempe, sayur dan buah seperti pisang, alpukat dan tomat.
Salicylates
Campuran yang tersimpan dalam herbal, rempah, buah dan sayuran. Salisilat terkonsentrasi pada permukaan buah dan sayuran, yang berkurang sejalan pematangan. Teh mengandung sejumlah besar salisilat. Reaksi akibat salisilat lebih sering muncul ketimbang pewarna buatan dan zat aditif.
ditemukan dalam  buah, sayur, kacang, teh, kopi, bir, anggur dan obat-obatan seperti aspirherbs, spices, spreads, teas & coffee, juices, beer and wines and medications such as Aspirin. Konsestrasi tinggi terdapat dalam dried fruits seperti sultanas.
Glutamate pada Monososodium glutamate (MSG)
MSG merangsang ujung saraf yang dapat melatarbelakangi fungsinya sebagai penyedap rasa.
banyak didapatkan pada tomat, keju, mushrooms, saus, ekstrak daging dan jamur. Serta sering ditemukan pada penyedap makanan : vetsin, kecap.                          
Sulfit
Zat ini disemprotkan ke makanan untuk menjaga kesegaran dan mencegah perubahan warna. Natrium metasulfit digunakan sebagai pengawet tepung gandum.
Terkandung dalam buah dan sayuran, produk ikan/daging, unggas, minuman beralkohol, dan jeruk.
Benzoates

Pengawet makanan alami juga terkandung dalam berbagai tumbuhan
ditemukan dalam beberapa buah, sayur, kacang, anggur, kopi, rempah, produk tomat, dan arbei.
Sorbat
Pengawet makanan

Laktose


sering terdapat di dalam susu sapi.
Pewarna
Seluruh pewarna buatan dan pewarna alami.

Antioksidan
Butylated hydroxyaanisole (BHA) dan Butylated hidroxy-toluene (BHT) tersembunyi dalam makanan kaya akan lemak dan sebagian serealia untuk mencegah terjadinya tengik.

Nitrat dan Nitrit
Digunakan sebagai pengawet dalam pemrosesan daging dan sebagian keju.


c.   Perbedaan Alergi dan Intoleransi
          Perbedaan alergi dan intoleransi dapat ditelisik pada kasus alergi atau intoleransi susu. Alergi dilatarbelakangi oleh reaksi imunologis, sedangkan intoleransi disebabkan oleh ketiadaan enzim laktase. Alergi susu mampu menyerang banyak sistem (mulai dari sekedar gatal hingga reaksi anafilaktit), sedangkan reaksi intoleransi terbatas pada saluran cerna.
Tabel 2.2 perbedaan antara reaksi alergi susu dan intoleransi laktosa


Alergi
Intoleransi
Prevalensi
Rendah
Tinggi
Usia
Bayi
Dewasa
Pemicu
Biasanya protein susu sapi
Gula dalam susu mamalia
Mekanisme
Imunologis
Defisiensi enzim
Gejala
Saluran cerna dan napas, kulit, anafilaksis
Hanya saluran cerna
Morbiditas
Dapat tinggi
Rendah
Diagnosis kadar IgE, Skrining, Konfirmasi
Biasanya meningkat
Uji kulit, dan uji bin vitro
Rendah
Ph, tampilan tinja, kurangi asupan
Penanganan
Simtomatis, tidak meminum susu yang tepat
Kurangai asupan susu dan memilih susu yang tepat, lactase replacement
Prognosis
Kebanyakan swasirna
Sepanjang usia
Profilaksis
Berikan ASI esklusif, formula khusu, tunda makanan tambahan
Enzyme replacement

B.    MEKANISME TIMBULNYA KELAINAN
     Sensitisasi terhadap makanan pada kasus alergi dapat ditelusuri saat penderita berusia bayi. Sensitisasi alergik ini akan dengan mudah terjadi bila integritas permukaan saluran cerna rusak akibat zat yang tercipta dari reaksi imunologis dan protein asing makanan. Untungnya proses pencernaan oleh enzim dalam saluran cerna dapat mengurangi daya antigenik makanan selain enzim dalam kasus keberadaan IgA sekretorik yang langsung mengikat alergen. Hasilnya kemampuan alergen menyelinap kedalam mukosa berkurang. Meskipun demikian, IgA sekretorik akhirnya akan kehilangan daya ikatnya jika terpapar alergen dalam jangka panjang.
     Mediator kimiawi alergi, misalnya histamin dilepasoleh sel mast yang banyak terdapat terdapat pada mukosa usus penderita alergi. Seandainya pertahanan usus melemah oleh penyakit infeksi atau defisiensi IgA, sensitisasi alergen dapat terjadi, dan reaksi alergipun lebih mudah timbul. Kemampuan pencernaan yang masih rendah dan peningkatan permeabilitas permukaan usus semasa bayi merupakan faktor yang mempercepat sensitisasi terhadap makanan. Pertahana usus biasanya membaik secara alami dengan pertambahan usia. Yaitu bayi cenderung alergi terhadap putih telur ayam, protein susu sapi, terigu, kacang tannah, jeruk sitrun, dan bahan protein kedelai. Orang dewasa alergi terhadap ikan bertulang belakang, kerang, kacang tanah, kacang berpohon atau kacang kenari, coklat, buah-buahan, jeruk, sitrun atau apel, strawberri, persik, sayuran (tomat, seledri, bawang, dan daun sop), daging (sapi dan babi), serta kerang, udang kering, udang galah, kepiting dan renis. Bila demikian adanya, kejadian alergi makanan akan menurun sejalan dengan pertambahan usia. Tambah pula makanan akan lebih bersifat alergik dalam keadaan segar ketimbang telah dimasak.
     Alur kejadian intoleransi makanan berbeda dengan alur kejadian alergi makanan reaksi simpang. Intoleransi makanan timbul akibat terlepasnya histamin melalui serangkaian reaksi non-imunologis. Enzim saluran cerna berperan dalam mekanis ini. Pasien yang kebetulan mengalami defisiensi enzim dioksidasi yang bertugas menguraikan histamin dalam usus, akan dengan mudah mengalami alergi begitu terpapar oleh alergen. Pasien yang menyantap hidangan zat aditif sulfur dioksida contohnya akan cepat mengalami reaksi alergi jika dia menderita defisiensi sulfit, oksidasi yaitu enzim yang bertugas memetabolisme sulfit yang terkandung dalam makanan. Selain itu, terdapat makanan tertentu yang sulit dicerna bila disantap dalam jumlah besar. Makan tersebut antara lain fruktosa, sorbitol, klilitol, manitol, dan sugar alkohol.
     Reaksi yang tidak diinginkan (reaksi simpang) terhadap makanan dibagi menjadi 2 yaitu reaksi yang dapat terjadi pada semua orang dan reaksi yang berkembang hanya pada mereka yang peka. Respons terhadap makanan yang mengandung toksin, cemaran mikrobiologis atau zat aktif farmakologis tidak terjadi melalui mekanis alergi. Gejala dapat berkembang pada orang yang menyantap makanan tertentu dalam jumlah besar. Reaksi demikian kerap tak terduga karena kemungkinan ketercemaran makanan sebelum disantap sulit diketahui. Contohnya keracunan histamin akibat mengkonsumsi ikan yang menampakkan reaksi yang mirip dengan reaksi alergi akut. Tetapi tidak melalui mekanisme alergi dan dapat dialami oleh semua orang. Kekurangan laktase pada anak adalah suatu contoh lain dari intoleransi makanan nonalrgi akibat ganguan metabolisme yang kemudian timbul sebage diare krnis serta gejala ganguan lambung stelah minum susu. Selain ada, pula non-immunologis akibat kontak (terutama penderita dermatitis atopi) dengan asam benzoat yang terkandung dalam jeruk sitrun.
     Reaksi yang berkembang hanya pada orang peka dapat merupakan akibat hipersensitivitas fisik yang sejati terhadap komponen makanan, atau sekedar faktor psikologis (avvevision). Meskipun demikian food avverision juga dapat disertain dengan alergi makanan yang sebenarnya dapat menetap atau meskipun gejala alerginya sendiri telah mereda.

Tabel 2.3 Bahan makanan yang mengandung zat pencetus toleransi makanan

Histamin
Tiramin
Dopain
Sirotonin
Fenilitilani
Pisang, daging sapi, hati ayam, bir, ikan, daging olahan, salami, kedelai, terung, asinan kubis, strowberi, tomat, bayam, anggur, ragi.
Tape kacang, bir, ekstrak ragi, hati ayam, daging, terung, asinan kubis, saus kedelai, anggur, yogurt, jeruk sitrum.
Alpukat, kacang, kacang fava.
Alpukat, pisang, cumi-cumi, kenari, tomat, kemiri, nanas, pisang raja, buah plum.
Keju, keju kuning, coklat, cocoa, coca cola, anggur merah, strawberi kalengan.
Zat vasoaktif lain adalah triptamin (keju, tomat), oktopamin (jeruk sitrum). Selain mengandung histamin, adapula makanan atau minuman yang menyebabkan pelepasan histamin, yaitu putih telur, ayam mentah, kerang, strawberi, coklat, jeruk sitrum, tomat, alkohol, ikan dan daging babi.
Enzim inhibitor; benzoat, BHA, BHT, tartazin, salisilat, nitrat, dan sulfit.
1.    Ikan : semua tuna baik segar atau yang telah diproses (termasuk ikan kalengan)
2.    Kedelai : termasuk tempe, tahu dan tauco
3.    Tomat : termasuk saus tomat
4.    Anggur : semua jenis anggur
5.    Daging : semua daging yang diproses termasuk masakan kare
6.    Saus kedelai : termasuk tempe dan misu

2.4 Klasifikasi reaksi simpang terhadap makanan



















C.   GEJALA KLINIS
     Reaksi alergi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu tipe segera dan tipe lambat. Alergi yang segera terjadi tidak lama (sekitar 2 jam) setelah berkontak dengan alergen disebut reaksi segera (immediate type). Reaksi yang berlangsung lambat (terjelma lebih dari 24 jam) dimasukkan ke dalam kelompok reaksi tipe lambat (delayed type).

Tabel 2.5 Perbandingan penyebab dan gejala alergi serta intoleransi makanan


Alergi makanan
Intoleransi makanan
Gejala
Rasa gatal dan terbakar yang disertai bengkak sekitar mulut, hidung brair, kulit kemerahan (eksim), uritikaria, diare, keram perut, sulit bernapas (asma/mengi), mual dan muntah
Nervus, tremor, palpitasi, napas cepat, sakit kepala, migrein, diare, kulit rasa terbakar, sulit bernapas (mirip asma), reaksi mirip alergi
Penyebab umum
Telur, kacang, wijen, gluten, ikan, bebijian (rye, gandum oat), kedelai, mollusca / hewan lunak (oyster, mussels, clam, squid, octopus), crustacea / udang (llobster, udang, udang kering), buah (berri, tomat, ketimun, kentang putih, mustard), zat aditif (benzoate, salisilat, MSG, derivat sulfit).
Susu dan produk olahannya (keju, yogurt), coklat, telur (utamanya putih telur), penguat rasa (MSG), zat penambah, buah tertentu (strawberi, tomat), anggur (terutama anggur merah), dan makanan yang mengandung histamin (atau amin lain)

     Alergi makanan, termasuk intoleransi, mengganggu berbagai organ mulai dari sistem kulit yang kasat mata hingga sistem persarafan yang rumit bak jaring laba-laba berdasarkan sistem yang terkena, gejala klinis timbul sebagi berikut:
1.    Gejala umum yang timbul berupa reaksi anafilaksis, kelemahan, demam, kemerahan pada daerah muka dan leher (flusbing), berkeringat banyak, dan nyeri otot yang begitu berat.
2.    Kulit terasa gatal merah, eksin (dermatitis atopi), urtikaria atau biduran, serta pembengkakakn setempat.
3.    Gejala pada wajah, terlihat sebagai mata yang terasa gatal dan berair, bibir membengkak, termasuk lidah dan tenggorokan.

4.    Gangguan pada sistem pernapasan, timbul sebagai batuk asma (lebih sering mengenai anak ketimbang dewasa), napas berbunyi, hidung buntu, hidung terasa gatal dan berair, sore throat, hay-fever, dan sulit bebicara.
5.    Kerusakan sistem gastrointestinal, tergambar sebagai perut kembung, sering flatus (membuang gas dari anus), keram, nyeri, kholik, naosea, tidak nafsu makan, mual, muntah, diare, rasa terbakar di dubur, dan gejala IBD.
6.    Jantung berdeguk kencang, pusing, tekanan darah rendah, bahkan pingsan yang merupakan cerminan gangguan sistem kardiovaskuler.
7.    Gejala akibat gangguan sistem saraf, timbul akibat sakit kepala, mudah marah, pusing, faint, mengantuk, gangguan kesadaran, termasuk hipoglikemia, dan juga kejang.

Tabel 2.6 Penyakit yang diduga timbul akibat alergi makanan:

Dewasa
Anak
Kulit gatal, fibrosis, fibrosis kistik, anaesietas, depresi, asma, gastritis, kelainan kulit, IBD, atritis, insomnia, retensi cairan, migraain, bronkitis, malabsorbsi, inkontensia urin, colieace disease, masalah berat badan.
Autisme, artritis, colieace disease, sembelit, fibrosis kistik, diare, distress bayi, kelainan kulit, gastritis, sakit kepakla, gangguan tidur.

Intoleransi menyebabkan beberapa gangguan terhadap anak, yaitu antara lain:

a.   Gangguan Neuroanatomi
          Alergi Dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi tubuh dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan sesaat memori (lupa). Beberapa penelitian  menunjukkan hal tersebut, misalnya Krotzky tahun 1992 mengatakan migraine, vertigo dan sakit kepala dapat disebabkan karena makanan alergi atau kimiawi lainnya.
        Strel'bitskaia tahun 1974 mengemukakan bahwa pada penderita asma didapat gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya dengan manifestasi klinik.

b.   Gangguan Neuro Anatomi Fungsional (Gangguan Perkembangan Dan Perilaku)
          Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi fungsional, selanjutnya akan mengganggu perkembangan.
          Yang dimaksud dengan gangguan perkembangan adalah gangguan fungsi psikomotor yang mencakup fungsi mental dan fungsi motorik. Anggota gerak kita atau organ tulang rangka kita dapat juga terkena gangguan perkembangan.
a)  Gangguan Motorik Berlebihan
          Pada bayi baru lahir ditandai dengan gerakan kaki dan tangan yang berlebihan, tampak bayi tidak mau diselimuti atau dibedong. Bila digendong sering minta turun atau sering bergerak. Pada usia 4 hingga 6 bulan sudah berusaha untuk jalan, padahal kemampuan berjalan normal pada usia 12 bulan.  Kadang menghentakkan kepala ke belakang-membentur benturkan kepala. Pada usia lebih besar tampak tidak mau diam, bergerak terus tak tentu arah tujuannya. Disertai kebiasaan menjatuhkan badan secara keras ke tempat tidur (smack down).
b)  Gangguan Koordinasi Dan Keseimbangan
          Gangguan koordinasi yang dapat diamati adalah biasanya anak tidak mengikuti atau melewati fase perkembangan normal sesuai dengan usianya. Pola perkembangan motorik yang terganggu  biasanya adalah  bolak-balik badan, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan. Beberapa anak kadang tidak mengikuti pola tersebut, misalnya anak tidak mengalami duduk atau merangkak tapi langsung berjalan atau bias berdiri dahulu baru duduk. Selain itu anak tidak mengikuti pola normal perkembangan motorik sesuai usia, misalnya baru bias bolak-balik baru usia di atas 5 bulan atau duduk usia 11 bulan.
          Pada usia lebih besar atau di atas 1 tahun, ditandai oleh aftifitas berjalan seperti terburu-buru atau cepat sehingga kemampuan berjalan terlambat. Bila berjalan sering jatuh, atau menabrak benda di sekitarnya. Kebiasaan lainnya adalah bila berjalan jinjit atau bila duduk bersimpuh posisi kaki ke belakang seperti huruf W.
c)  Gangguan Tidur
          Gangguan tidur banyak sekali penyebabnya, alergi pada anak tampaknya  sebagai salah satu penyebab yang paling sering. Tirosh tahun 1993 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa apada penderita asma dan alergi sering disertai oleh adanya gangguan tidur berupa sering terjaga waktu tidur, lama tidur lebih pendek dan gangguan tidur lainnya. 
          Gangguan tidur pada alergi bisa terjadi sejak bayi. Pada penelitian kami menunjukkan bahwa bayi yang beresiko dan mempunyai gejala  alergi sejak lahir sering pada 3 bulan pertama mengalami kesulitan tidur terutama pada malam hari. Biasanya bayi sering terbangun terutama tengah malam hingga menjelang pagi, kadang disertai sering rewel dan menangis pada malam hari. Bila berat biasanya disertai dengan keluhan kolik (menangis histeris yang tidak diketahui sebabnya). Pada usia yang lebih besar biasanya ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah (bolak balik posisi badannya), kadang dalam keadaan tidur sering mengigau, menangis dan berteriak. Posisi tidurpun sering berpindah dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Tengah malam sering  terjaga tidurnya hingga pagi hari, tiba-tiba duduk kemudian tidur lagi, posisi tidur sering tengkurap.
          Pada anak usia sekolah, remaja dan dewasa biasanya ditandai dengan mimpi buruk pada malam hari. Mimpi buruk yang tersering dialami adalah mimpi yang menyeramkan seperti didatangi orang yang sudah meninggal atau bertemu binatang yang menakutkan seperti ular.
          Judarwanto W tahun 2002 mengemukakan bahwa dalam pengamatan pada 245 anak  dengan gangguan pencernaan karena alergi, didapatkan 80% anak mengalami gangguan  tidur malam. Setelah dilakukan penatalaksanaan diet alergi, menunjukkan  90% penderita tersebut terdapat perbaikan gangguan tidurnya.
d)  Gangguan Konsentrasi
          Anak mengalami gangguan pemusatan perhatian, sering bosan terhadap suatu pekerjaan atau kegiatan kecuali jika menonton televise. Anak tampak tidak bisa duduk lama di kursi. Di kelas tidak dapat tenang menerima pelajaran , sering mengobrol, mengganggu teman dll, bila mendapat mendengar cerita tidak bisa mendengar atau mengikuti dalam waktu lama. Yang menonjol meskipun tampak tidak memperhatikan bila berkomunikasi  tetapi anak dapat merespon komunikasi itu dengan baik dan cepat.
e)  Keterlambatan Bicara Atau Gangguan Bicara
          Salah satu manifestasi alergi pada anak adalah keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara bila disertai manifestasi alergi yang dominan pada anak maka harus dievaluasi lebih jauh apakah ada keterkaitan antara 2 hal tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang berhubungan. Diduga manifestasi alergi ikut berperanan memperberat gangguan yang sudah ada tersebut.
          Gangguan bicara pada alergi biasanya membaik secara pesat setelah usia 2 tahun. Hal ini mungkin yang bisa menjelaskan akan keterkaitan gangguan pencernaan pada alergi yang mengganggu fungsi otak. Dimana gangguan pencernaan pada penderita alergi akan membaik pada usia 2 tahun juga.
          Kemungkinan adanya kesulitan berbahasa harus difikirkan bila seorang anak terlambat mencapai tahapan unit bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa tersebut dapat berupa suara, kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur pula oleh aturan tata bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk kalimat yang benar dan seterusnya.
          Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering terjadi. Sebanyak 1% anak mengalami keterlambatan bicara tetap tidak dapat bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang mengalami keterlambatan ringan akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan mengalami kesulitan berbahasa, kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya. Biasanya keluhan  ringan inilah yang berkaitan langsung dengan gangguan alergi
          Manifestasi alergi yang timbul berulang dan terus menerus lebih dari 2 minggu, dapat mempengaruhi gangguan bicara pada bayi tertentu di bawah 1 tahun. Kemampuan bicara bisa di evaluasi sejak lahir. Kemampuan berbicara tersebut harus diperhatikan cermat dengan mengamati secara teliti  menghilang atau berkurangnya bunyi-bunyian yang di mulut (babbling/ngoceh). Beberapa kata yang biasa diucapkan seperti ba, da, ma, atau pa tiba-tiba menghilang pada usia  tertentu. Setelah manifestasi alergi diperbaiki dengan penatalaksanaan diet tampak kemampuan tersebut membaik lagi. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa memang keterlambatan bicara bisa dipengaruhi oleh gangguan alergi.
          Gangguan bicara lainnya bisa terjadi adalah disleksia, echolalia (menirukan setiap perkataan orang lain) dan stuttering (gagap).
f)   Agresif
          Tanda agresif pada bayi sudah bisa diamati pada kebiasaan  menggigit dan menjilat yang berlebihan. Pada bayi muda dilihat dari kebiasaan bayi memasukkan semua tangan bahkan sampai memasukkan kaki ke mulut. Pada usia lebih dari 6 bulan sudah tampak aktifitas menggigit yang berlebihan ditandai oleh gigitan pada tangan, pundak atau mulut orang yang menggendong. Sedangkan kebiasaan menjilat yang berlebihan ditandai dengan aktifitas menjilat pada semua barang yang dipegang, pada sprei dan permukaan meja.
            Kecenderungan lainnya adalah pada usia di atas 6 bulan mulai sering memukul muka, kepala orang lain atau kepala sendiri. Kebiasaan lainnya adalah  menjambak rambut sendiri atau rambut orang lain. Bila usia lebih besar biasanya tidak hanya memukul dengan tangan tetapi juga kebiasaan memukul dengan tongkat pada benda di sekitarnya. Di atas usia 1 tahun selain memukul ditambah dengan kebiasaan mencakar dan mencubit orang lain. Kadangkala juga tampak kebiasaan melempar mainan atau benda yang dipegang secara berlebihan.
g)  Gangguan Emosi
          Gangguan emosi sering terjadi pada anak alergi. Pada bayi sudah tampak bahwa bayi kalau berteriak sangat keras, bila minta minum sering tidak sabaran. Pada anak yang lebih besar tampak mudah marah, gampang berteriak, bila marah sering histeris, melempar benda yang dipegang hingga temper tantrum, sering membentur kepala atau memukul kepala.
h)  Hiperkinesia
          Gangguan hiperkinesia yang terjadi adalah overaktif, sulit mengontrol tubuhnya untuk diam, anak selalu bergerak dan tampak tidak tenang, sulit konsentrasi, hingga ADHD. Meskipun diduga ADHD  kemungkinan terjadi gangguan organic dari otak.
i)    Autism Dan Alergi
          Autisma adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
          Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Tetapi penelitian biomolekular sudah dapat mengidentifikasi pola DNA penderita Autism, artinya kemungkinan sudah ada bakat genetik pada kelainan ini. Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat  oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism  berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism.
          Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan  gejala pada  anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi.  Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
D.   PEMERIKSAAN LABORATORIS
          Uji laboratorium digunakan untuk memastikan makanan pemicu alergi, tetapi hasil penguji negatif tidak berarti bahwa pasien tidak menderita alergi makanan. Pada pemeriksaan darah tetapi atau ditemukan eosinofeilia yang berarti bahwa pasien sedang mengalami alergi, tetapi tidak dapat lkangsung membidik makanan sebagai penyebab. Kristal Charcot-Leyden biasanya tergambar pada pemeriksaan tinja atau cairan mukosa lambung. Kadar IgA dan IgE dapat diteropong dengan pemeriksaan serum imunoglobulin. Defisiensi IgA tampak pada penderita gangguan cerna, termasuk gangguan yang ditimbulkan oleh proses alergi. Fraksi IgE meninggi, yang mencerminkan mekanisme hipersensitivitas memang sedang berlangsung.
a.    Uji RAST
            Pemeriksaan dengan menggunakan radioallergosorbent technique (RAST) berhasil mengidentifikasi antibodi terhadap IgE. Uji RAST mengidentifikasi antigen spesifik didalam darah terhadap makanan atau substansi tertentu. Uji RAST ini sangat bermanfaat bila diterapkan pada pasien yang pernah mengalami alergi berat bahkan syok anafilaktik. Pasien dermatitis atopi luas yang tidak layak atau tidak diizinkan menjalani uji skin scratch atau prick, akan memperoleh manfat dengan prosedor arternatif ini .
b.    Uji DBPCFC
            Bako emas diagnostik tentu saja dengan menggunakan double blind placebo controlled food chaallenge (DBPCFC) test. Alergen tersangka (susu, ikan, kedelai, dll) dimasukan ke dalam kapsul atau di dalam makanan. Pasien diminta menyantap sedian tersebut sambil diawasi dengan seksama. Tes tersebut disebut double blind karna baik pengguji maupun pasien tidak mengetahui bahwa kapsul atau makanan mana yang telah di tambahkan alergen. Selain preparat yang berisi alergen, pasien juga di suguhi santapan serupa yang tidak ditambahkan alergen. upaya ini ditujukan untuk memastikan adanya zat selain alergen yang telah di curigai menyebabkan reaksi alergi.      
c.    Uji Pulse
            Dengan uji ini, penderita diajarkan untuk mengamati pengaruh makanan terhadap denyut nadi. Makanan penyebab alergi diyakini mampu menambah frekuensi denyut nadi. Oleh sebab itu, frekuensi denyut nadi basal harus dihitung sebelum makanan yang dicurigai mencetuskan reaksi alergi disantap.
            Langkah selanjutnya, setelah frekuensi nadi dihitung dan dicatat, adalah menyantap makanan (ingat :  hanya 1 macam) yg ingin dicoba (mungkin saja santapan ini belum pernah dikonsumsi). Frekuensi denyut nadi dihitung pada menit ke 15, ke 30, dan ke 60 setelah menyantap makanan tersebut. Peningkatan frekuensi nadi lebih dari 6-8 denyut permenit (10% dari denyut basal) merupakan pertanda bahwa seorang mengalami alergi terhadap makanan tersebut, meskipun gejala dan tanda alergi belum muncul. Reaksi lambat, 1-3 hari setelah menyantap makanan tak dapat diamati dengan pulse test. Hal tersebut adalah satu-satunya keterbatasan uji  ini, selain melakukan uji diri sendiri dirumah (tanpa pengawasan) bagi penderita yang cenderung mengalami syok anafilaktik.
            Uji denyut nadi dapat diulang dengan menggunakan makanan lain sebelum penguji dilakukan  frekuensi denyut harus terlebih dahulu kembali ke nilai basal.

E.    DIAGNOSIS
a.    Diagnosis banding
1.    Gastroenteritis akibat infeksi awalnya memiliki gejala yang mirip dengan intolernsi makanan. Onset yang berlangsung akut, demam, dan perjalanan klinis amat membantu penegakan diagnosis. Perjalanan klinis tersebut dapat berupa ketegangan perut, diare, malabsorbsi lemak, dan nafsu makan yang kurang.
2.    Intoleransi karbohidrat (malabsorbsi laktosa, sukrosa dan glukosa) harus dipertimbangkan keberadaanya bila kita berhadapan dengan kasus intoleransi makanan (atau makanan formula). Namun gejala klinis keduanya sulit dibedakan.
3.    Celiac disease merupakan intoleransi khas terhadap gliadin (komponen gluten yang terselip dalam gandum, rye, dan serealia lain) dan dapat timbul bersamaan dengan gejala yang diduga alergi makanan. Pada keadaan ini ketegangan perut dan hilangnya motilitas usus amat menonjol.
4.    Kolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan yang kebanyakan (65%) menjangkiti bayi pengonsumsi ASI, sedangkan selebihnya adalah mereka yang diberikan susu sapi dan kedelai. Penderita tampak sehat, tetapi pada pemeriksaan laboratoris terhadap tinja menampakkan bercak darah.
5.    Fibrosis kistik dianggap ada jika terlihat gejala yang mengarah pada dugaan hipersensitifitas (mengi, bronkitis atau batuk kronis), keluhan gangguan saluran cerna yang diperburuk oleh pemberian makanan berlemak.

b.    Diagnosis
            Diagnosis alergi makanan didasarkan pada anemnesis untuk menentukan makanan yang dicurigai, jumlah yang termakan, awal timbulnya alergi (onset), dan frekuensi terjadinya alergi.
            Anemnesis yang cermat ke arah kemungkinan makanan yang dicurigai merupakan kunci sukses penegakan diagnosis, terutama bila kita bisa menggali keterangan bahwa gejala yang dikeluhkan lenyap bila makanan tertentu tidak lagi ditentukan dalam menu makanan sehari-hari. Keterangan tentang pangan seharusnya berkomponen pada komponen yang khas, jumlah, frekuensi, dan gejala yang kemudian muncul. Pelaku anamnesis harus menguasai informasi tentang pangan secara luas sehingga anamnesis dapat terfokus. Riwayat penyakit merupakan hal yang penting untuk merencanakan uji tentang makanan (food challenge test).

F.    PENANGANAN
            Penanganan alergi makanan mencakup tindakan menghindari konsumsi seluruh makanan penyebab alergi dan penggunaan obat (salah satunya, antihistamin) untuk mengurangi gejala yang terlanjur timbul. Pendekatan yang terbukti bermanfaat adalah meghindari makanan yang berpotensi memicu timbulnya reaksi alergi. Oleh sebab itu, pola diet harus segera disusun, tentu saja tidak melibatkan makanan pencetus alergi. Bagi si pasien, hal ini juga bermanfaat unutk menjaga agar tidak terjadi defisiensi zat gizi tertentu akibat pembatasan tersebut.
a.    Penanganan khusus
            Penanganan khusus diarahkan pada pasien yang menderita alergi makanan tertentu saja. Penderita alergi susu harus dijauhkan dari susu atau produk olahannya, yaitu seperti semua produk olahan susu (susu murni, susu bubuk, susu formula) dan menggantinya dengan susu dari wijen, kedelai, kelapa, atau almond.
            Dan bagi mereka yang alergi telur juga harus dihindarkan dari makanan yang mengandung telur dan makanan olahannya.
            Serta yang alergi kacang juga tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan berbahan dasar kacang, misalnya, Minyak kacang, kacang tanah, campuran kacang, selai kacang, tepung kacang. Sehingga harus memperhatikan komposisi makanan yang dikonsumsi.
b.    Suplementasi zat gizi
                        Pemberian vitamin C dosis tinggi (2 g/hari) berkhasiat meredakan asma yang dilatarbelakangi reaksi alergi bagi orang dewasa. Sebanyak 250 mg dua kali sehari (anak berusia 3-6 tahun) dan 500-1000 mg dua kali sehari (diatas 6 tahun) sangat dianjurkan (C. Bucca, 1990).

c.    Terapi Medikamentosa
      Obat-obat yang digunakan untuk meredakan gejala yang terlanjur tumbuh adalah antihistamin, dan epinefrin. Antihistamin berkhasiat hanya pda alergi ringan, sementara pada kasus berat akan lebih baik bila epinefrin disuntukkan terlebih dahulu.

Klasifikasi Obat
Bersin
Gatal
Sekresi
Kongesti
Radang
Onset
Antihistamin
+++
+++
+++
+
-
Cepat
Simpatomimetik
-
-
+
++++
-
Cepat
Glukokortikoid
+++
+++
+++
++++
++++
Lambat
Antikolinergik
-
-
++++
-
-
Cepat
Immunoterapi
++++
++++
++++
++++
++++
Lambat


G.   PENCEGAHAN
          Pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan pertama pada kehidupan berkhasiat mencegah perkembangan alergi, setidaknya memperlambat perkembangan penyakit atopi (Oddy et al.1991). Ada beberapa makanan yang sebaiknya tidak diberikan dulu pada bayi Ibu sebelum mencapai usia tertentu, untuk menghindari meningkatnya risiko alergi sampai sistem kekebalan tubuhnya terbentuk.
·       Gluten (sebelum 6 bulan), Gluten adalah protein yang ditemukan dalam biji-bijian seperti gandum, gandum hitam, gandum barley dan gandum oat. Ibu sebaiknya tidak memberikan makanan ini sampai usia 6 bulan Carilah produk makanan yang berlabel 'bebas gluten'.
·       Makanan Laut (sebelum 6 bulan), Ikan dapat menyebabkan reaksi alergi pada sebagian bayi, maka Ibu sebaiknya tidak memberi ikan pada bayi Ibu sebelum dia berusia 6 bulan. Setelah usia bayi Ibu mencapai 6 bulan, ikan bisa menjadi bagian dari menu yang seimbang.
·       Kacang dan makanan yang mengandung kacang sebaiknya tidak diberikan kepada bayi dari keluarga dengan riwayat alergi sampai dia berusia setidaknya 3 tahun. Selain itu, jangan memberi segala jenis kacang secara utuh pada anak balita karena berisiko tersedak.
  


















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
            Alergi terhadap makanan adalah reaksi tak lengkap sistem kekebalan terhadap makanan yang menimbulkan pengaruh tidak menyenangkan (adverse reactin). Gejala alergi antara lain: rasa gatal dan terbakar yang disertai bengkak sekitar mulut, hidung brair, kulit kemerahan (eksim), uritikaria, diare, keram perut, sulit bernapas (asma/mengi), mual dan muntah.
            Sedangkan intoleransi makanan (food intolerance) adalah istilah umum untuk menjelaskan respon fisiologis yang tak normal terhadap makanan atau zat aditif. Reaksi ini tidak terbukti berkaitan dengan sistem kekebalan, tetapi berkaitan dengan berbagai faktor antara lain adalah pencemar toksik (histamin pada familia ikan tuna), piranti farmakologisyang terkandung dalam makanan (kafein dalam kopi atau tiramin dalam keju), karakteristik si penderita seperti gangguan metabolik (defisiensi laktase), dan reaksi idiosinkrasi. Zat-zat pemicu intoleransi yaitu antara lain 1) amines, 2) salicylates, 3) glutamate, 4) sulfit, 5) benzoates, 6) sorbat, 7) laktose, 8) perwarna, 9) antioksidan, 10) nitrat dan nitrit. Dan makanan yang sering menjadi pencetus intoleransi antara lain adalah telur, ikan, kacang, susu dan gandum. Gejala intoleransi antara lain: nervus, tremor, palpitasi, napas cepat, sakit kepala, migrein, diare, kulit rasa terbakar, sulit bernapas (mirip asma), reaksi mirip alergi.
            Perbedaan alergi dan intoleransi makanan:

Alergi
Intoleransi
Prevalensi
Rendah
Tinggi
Usia
Kebanyakan bayi dan anak-anak
Dewasa
Pemicu
Biasanya protein pada makanan
Zat dalam makanan (histamin, dopain, fenilitalanin, sirotonin, tiramin)
Mekanisme
Imunologis
Defisiensi enzim
Gejala
Saluran cerna dan napas, kulit, anafilaksis
Hanya saluran cerna
Morbiditas
Dapat tinggi
Rendah
Diagnosis kadar IgE, Skrining, Konfirmasi
Biasanya meningkat
Uji kulit, dan uji bin vitro
Rendah
Ph, tampilan tinja, kurangi asupan
Penanganan
Hindari makanan tersebut dan menggantinya dengan alternatif lainnya
Kurangi asupan makanan tersebut
Prognosis
Kebanyakan swasirna
Sepanjang usia
Profilaksis
Berikan ASI esklusif, formula khusus, tunda makanan tambahan
Enzyme replacement, pemberian vitamin C, pemberian obat


3.2 Saran
Berikut merupakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya alergi:
1.    Olahraga yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan olahraga yang bermanfaat menjaga kondisi fisik agar tetap sehat.
2.    Keseimbangan emosional yaitu mempelajari cara untuk rileks dengan tehnik pernapasan yang tepat.
3.    Yoga/ filosofi bergerak yaitu melakukan gerakkan-gerakan yang berguna untuk menenangkan sistem saraf, melemaskan tubuh dan jiwa, dan menyelaraskan keadaan emosional.
4.    Energi sehat merupakan pemikiran positif yang tepat untuk mencegah timbulnya alergi lagi.
5.    Kekuatan air merupakan penggunaan tehnik hidroterapi agar tidak mengalami alergi air dengan beberapa cara yaitu cuci hidung, kompres kulit, dan mandi uap.
6.    Refleksi dan kesehatan merupakan penyembuhan dengan tehnik refleksi, yaitu pemijatan pada titik-titik saraf pada telapak kaki.
7.    Aroma yang menyehatkan yaitu menggunakan minyak essensial yang secara alami diekstrak dari tumbuh-tumbuhan karena efek terapiknya. Dengan cara penguapan, mandi, dan pemijatan.
8.    Penggunaan bahan alami pereda alergi, yaitu penggunaan tumbuh tumbuhan yang digunakan untuk mencegah alergi dengan diseduh dan diminum.





BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1.      MB, Arisman.2009.Keracunan Makanan.Jakarta:EGC
2.      Datusanantyo, Arian.2009.Bebas Alergi.Yogyakarta: Kanisius
3.      Alergi makanan pada anak mengganggu otak dan perilaku anak oleh Judarwanto Widodo.http://puterakembara.org/rm/Alergi1.shtml. 2011 Nov 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar