Senin, 31 Juli 2017

Makalah Penanggulangan Penyakit Kecacingan



MAKALAH
PENANGGULANGAN PENYAKIT KECACINGAN

Merupakan tugas mata kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit
Dosen pengampu : Casaeri, S.KM, M.Kes







Disusun oleh:

Nama            : Endang Zaeni Ariyanti
NIM              : SK.210.017





PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
           Kecacingan tersebar luas di seluruh dunia terjadi pada semua golongan sosial ekonomi dan di  beberapa wilayah tingkat infeksinya sangat tinggi. Enterobiasis sangat umum ditemukan di AS, prevalensi infeksi cacing paling tinggi pada anak-anak usia sekolah, pada kelompok tertentu bisa mencapai 50%. Kemudian diikuti anak prasekolah, dan prevalensi infeksi rendah pada orang dewasa kecuali pada ibu yang mendapatkan infeksi dari anaknya. Infeksi sering terjadi pada lebih dari satu anggota keluarga. Prevalensi tertinggi paling sering terjadi di asrama.
           Kecacingan sendiri masih merupakan masalah utama kesehatan anak-anak Indonesia. Yaitu 90 persen anak Indonesia mengidap cacingan. Rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Pemiskinan fisik hingga IQ loss adalah beberapa akibatnya.
           Meski sering dianggap angin lalu, penyakit akibat diserapnya makanan oleh cacing di dalam tubuh sebaiknya tidak diremehkan. Dampaknya bagi si penderita ternyata tak kalah berbahaya ketimbang penyakit lain. Apalagi, yang jadi korban kebanyakan adalah anak-anak.
          
1.2  Rumusan Masalah
1.     Pengertian kecacingan
2.     Konsep dasar pengendalian kecacingan
3.     Tujuan pengendalian kecacingan
4.      Cara pengendalian kecacingan
5.      Jenis-jenis cacing yang menimbulkan kecacingan

1.3  Tujuan Penulisan
            Umum            :
1.      Tujuan pedoman ini adalah untuk meningkatkan sanitasi kesehatan masyarakat
            Khusus           :
1.      Sebagai pedoman dalam penanggulangan penyakit cacingan
2.      Terselenggaranya penanggulangan penyakit cacingan di masyarakat secara efektif dan efisien
3.      Terjadi penurunan angka pesakitan cacingan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
            Kecacingan, atau cacingan dalam istilah sehari-hari, adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh.
            Perut anak yang buncit sering dikatakan anak itu cacingan. Kadang-kadang hal itu memang benar, tetapi adakalanya juga tidak benar. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan, namun sesekali orang dewasa juga perutnya berisi cacing.
            Penyebab terjadinya kecacingan adalah semua cacing masuk ke dalam perut, kecuali cacing tambang anak cacingnya menembus kulit kaki. Semua jenis cacing bertelur di usus dan telur yang sudah matang dikeluarkan bersama-sama tinja. Berak (tinja) yang dibuang di hutan, di sawah, di pantai dan sungai, bila kering telur cacing akan tertiup angin, lalu masuk ke dalam makanan yang dimakan manusia.
            Telur cacing itu sesampainya diperut, lalu menetas menjadi anak cacing (larva). Anak cacing lalu menembus dinding usus masuk ke dalam aliran darah, terus ke paru-paru, kemudian menembus dinding kerongkongan. Seampainya di dalam kerongkongan larva menimbulkan perasaan gatal itu yang selanjutnya masuk kembali kedalam usus untuk tumbuh menjadi dewasa dan mengeluarkan telur kembali ke dalam berak. Selanjutnya terulang lagi siklus diatas. Kecuali cacing tambang yang menetas ditempat yang lembab, lalu anak menjadi cacing (larva) dan bila ada lewat yang memakai sepatu, maka larva menmbus kulit kaki masuk ke darah, ke paru-paru lalu menembus dinding kerongkongan masuk ke dalam usus dan menjadi dewasa.
            Cacing yang paling sering ditemui pada penderita kecacingan ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing benang, cacing pita, dan cacing keremi.
           Jadi pengendalian kecacingan harus dilakukan di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia yaitu untuk menekan, mengurangi, atau menurunkan angka kecacingan agar tidak membahayakan kehidupan masyarakat.
2.2  Konsep Dasar Pengendalian Cacingan
1.      Harus dapat mengurangi angka kecacingan
2.      Tidak membahayakan bagi manusia
3.      Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan yang ada

2.3  Tujuan Pengendalian Cacingan
-       Mencegah penyakit cacingan pada anak-anak dengan melakukan pemeriksaan tinja serta terapi obat pada penderita cacingan.
-       Mencegah penyakit cacingan yang memicu pertumbuhan terganggu karena penyerapan gizi oleh cacing menyebabkan mal nutrisi.

2.4  Cara Pengendalian Cacingan
1.      Usaha pencegahan (prevention)
1)      Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan: cuci tangan sebelum makan atau sebelum menyiapkan makanan, jaga kebersihan kuku, kuku sebaiknya dipotong pendek, jangan mengaruk-garuk daerah sekitar anus, dan tinggalkan kebiasaan mengigit-gigit kuku.
2)      Menghilangkan sumber infeksi dengan cara memberi pengobatan terhadap penderita secara tuntas.
3)      Mandi setiap pagi dengan air mengalir “shower” atau mandi dengan berendam dalam bak mandi.
4)      Gantilah pakaian dalam, baju tidur dan sprei setiap hari, sebaiknya dilakukan setelah mandi.
5)      Bersihkan rumah dan sedot dengan penyedot vakum setiap hari selama beberapa hari setelah pengobatan kasus.
6)      Kurangi jumlah penghuni rumah yang ada penderita cacing kremi untuk menghindari penularan.
7)      Anjurkan masyarakat menggunakan jamban keluarga yang sesuai standar dan selalu merawat kebersihan jamban tersebut.
8)      Penggunakan alas kaki agar anak cacing tidak masuk lewat kulit kaki.



2.      Usaha Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar (suppression)
1)      Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Tidak diperlukan laporan formal untuk tindak lanjut kasus tersebut (lihat pelaporan tentang penyakit menular).
2)      Isolasi: Tidak perlu.
3)      Desinfeksi serentak: Ganti sprei dan pakaian dalam pasien yang terinfeksi setiap hari, dilakukan beberapa hari setelah pengobatan, dilakukan dengan hati-hati agar telur cacing tidak beterbangan di udara, gunakan baju tidur yang tertutup. Telur cacing akan mati jika dipanaskan dengan suhu 55ÂșC (131°) dalam beberapa detik; rebus sprei atau gunakan mesin cuci yang baik untuk mencuci kain tersebut pada suhu panas. Bersihkan dan gunakan penyedot debu untuk membersihkan tempat tidur dan ruang keluarga setiap hari, dilakukan selama beberapa hari setelah pengobatan.
4)      Karantina: Tidak perlu.
5)      Imunisasi kontak: Tidak perlu.
6)      Investigasi kontak dan sumber infeksi: periksa semua anggota keluarga yang terinfeksi di rumah, atau semua penghuni asrama yang terinfeksi dengan  dengan pemeriksaan sediaan yang dibuat dari usap dubur (anal swab) yang diambil dengan cara melekatkan “Scotch adhesive tape” pada dubur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat adanya telur cacing. Pengambilan usap dubur sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum mandi dan buang air besar. Pemeriksaan diulang sebanyak tiga kali atau lebih sebelum menyatakan hasilnya negatif. Kadang telur cacing ditemukan pada pemeriksaan tinja atau urin. Cacing betina ditemukan dalam tinja dan disekitar dubur pada saat dilakukan pemeriksaan rectum dan vagina.
7)      Saat salah satu anggota keluarga terkena cacingan, maka semua orang di rumah harus dirawat. Seprai, handuk dan pakaian yang dipakai pada dua hari sebelumnya harus dicuci dengan air hangat dan detergen.
8)      Pengobatan spesifik: Pyrantel pamoate (Antiminth®, Combantrin®, mebendazole (Vermox®) atau albendazole (Zantel®). Pengobatan diulang setelah 2 minggu. Pengobatan dilakukan terhadap seluruh anggota keluarga jika ada beberapa orang yang terinfeksi cacing kremi tersebut. Menekan populasi cacing agar tidak membahayakan bagi tubuh dengan membuang feses pada jamban agar tidak dihinggapi vektor yang mengkontaminasi makanan.

3.      Usaha Penanggulangan Wabah (eradication)

1)      Jika ditemukan banyak kasus di sekolah atau institusi lain maka upaya pemberantasan paling baik adalah dengan cara memberikan pengobatan yang sistematik kepada mereka yang terinfeksi dan kepada anggota keluarga yang kontak dengan mereka yang terinfeksi.

2)      Membasmi populasi cacing didalam tubuh dengan melakukan tes pemeriksaan keberadaan cacing pada tubuh terlebih dahulu serta melakukan terapi dengan dengan piperazin yang dapat melumpuhkan cacing secara temporer pada penderita cacingan oleh cacing keremi (Enterobius vermicularis) dan cacing gelang (Ascaris lumbricoides) untuk anak dengan dosis 15 ml dan dewasa 30 ml dalam bentuk sirup ataupun tablet. Cacing kremi harus diberi obat 3 kali sehari selama 7 hari dengan perincian 5 ml pagi, 5 ml siang, dan 5 ml malam. Pada cacing tambang diberi pyrantel pamoat 11 mg per kilogram berat badan anak sehari. Serta pemberian mebendazole dan albendazole yang menghalangi nutrisi cacing, pemberian tetramisol pada Ascaris lumbricoides, oxantel pamoat pada Trichuris trichiura, dan privinium pamoat pada cacing kremi.


2.5  Jenis –Jenis Cacing Parasit
Cacing berikut adalah lima jenis cacing yang paling umum menginfeksi manusia:

1.       Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)





Cacing gelang adalah cacing yang paling umum menginfeksi manusia.  Cacing gelang dewasa berukuran 10 – 30 cm dengan tebal sebesar pensil dan dapat hidup hingga 1 sampai 2 tahun.
Siklus hidup cacing gelang:
Cacing gelang menular melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi telurnya. Ketika sekelompok telur cacing tertelan dan memasuki usus, mereka menetas menjadi larva. Larva kemudian beredar melewati dinding usus, menuju paru-paru melalui aliran darah. Selama tahap ini, gejala seperti batuk (bahkan batuk cacing) dapat terjadi. Dari paru-paru, larva memanjat melalui saluran bronkial ke tenggorokan, di mana mereka kemudian tertelan melalui ludah. Larva lalu kembali ke usus kecil  hingga tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur dalam 2 bulan setelah telur menetas.
Seekor cacing betina dapat memproduksi hingga 200.000 - 240.000 telur dalam sehari, yang kemudian dibuang ke dalam tinja dan menetas di dalam tanah. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi cacing gelang karena mereka cenderung meletakkan segala sesuatu di mulut mereka, termasuk tanah, dan sering kurang bisa menjaga kebersihan dibandingkan orang dewasa.
Cacingan ringan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala baru muncul pada cacingan yang parah. Anak-anak lebih mungkin dibanding orang dewasa untuk mengalami gangguan gastrointestinal dan gejala kurang gizi, karena cacing gelang ini dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari. Perut buncit dan lesu/kurang semangat bisa menjadi pertanda anak terkena infeksi cacing gelang yang parah.

2.      Cacing kremi (Enterobius vermicularis)





Seperti halnya cacing gelang, cacing kremi atau cacing kerawit hanya menginfeksi manusia, Anda tidak bisa tertulari cacing ini dari hewan peliharaan.
Siklus hidup cacing kremi:
Telur cacing kremi dapat menempel pada tangan melalui kotoran manusia. Ketika tangan yang tercemar masuk ke mulut, telur dapat masuk ke dalam tubuh, menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar. Di sana cacing  kremi melekat pada dinding usus dan makan. Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah dan bertelur pada kulit berlipat di sekitar dubur. Saat itulah mungkin curiga terkena cacingan karena merasakan gatal-gatal di sekitar anus (pruritus) yang biasanya lebih intens di malam hari. Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan dari menelan telur cacing ke merasakan gatal-gatal di anus. Cacing kremi dewasa berukuran 3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang.
Telur cacing kremi dapat bertahan hidup hingga tiga minggu. Karena bentuknya yang sangat kecil, Anda tidak dapat melihatnya sehingga bisa tanpa sengaja tertulari ketika menggunakan baju, kasur, bantal, mainan anak, uang kertas, peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet.
Untuk memastikan apakah gatal-gatal disebabkan oleh cacing kremi, dapat diletakkan sepotong selotip di anus. Semua cacing atau telur akan menempel ke selotip. Lalu bawalah selotip itu ke dokter untuk diperiksa.

3.      Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)






Cacing tambang bisa menginfeksi manusia maupun mamalia lain seperti kucing dan anjing.
Siklus hidup cacing tambang:
Cacing tambang dewasa berada dalam usus kecil manusia, di mana mereka melekatkan diri di dinding usus dengan mulut mereka. Mereka makan darah dan menyebabkan perdarahan di usus yang ditempati.
Cacing betina memproduksi telur cacing, yang dikeluarkan lewat tinja. Jika tinja jatuh ke tanah, dan cuaca hangat, telur cacing akan menetas menjadi larva dalam waktu sekitar dua hari. Larva kemudian menjadi dewasa dalam seminggu, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama jika kondisi mendukung. Larva yang mendapatkan kontak dengan kaki telanjang manusia akan menembus kulit kaki dan masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva kemudian bergerak ke saluran udara menuju tenggorokan dan tertelan. Mereka menuju ke usus kecil. Larva lalu melekat pada dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Pada sekitar usia lima bulan, cacing mulai memproduksi telur.
Infeksi cacing tambang biasanya tidak memberikan gejala spesifik. Anemia (kekurangan darah) dan keluhan terkait peradangan usus  seperti mual, sakit perut dan diare adalah beberapa gejala yang mungkin timbul.

4.      Cacing cambuk (trichinella spiralis)






Cacing cambuk ditularkan melalui konsumsi daging hewan yang mengandung larva cacing ini. Cacing cambuk dewasa mencapai panjang sekitar 1- 2 mm.
Siklus hidup cacing cambuk:
Manusia terinfeksi  karena memakan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk ke usus kecil, menembus mukosa, dan menjadi dewasa dalam 6-8 hari.  Cacing betina dewasa melepaskan larva yang bisa bertahan hidup sampai 6 minggu. Larva yang baru lahir bermigrasi melalui aliran darah dan jaringan tubuh, tetapi akhirnya hanya bertahan di sel otot rangka lurik. Larva mengkista (encyst) sepenuhnya dalam 1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit intraselular. Larva yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. Siklus ini terus berlanjut hanya jika larva mengkista dicerna oleh karnivora lain.
Gejala awal infeksi cacing cambuk termasuk edema, nyeri otot, dan demam.

5.      Cacing pita (Taenia saginata dan Taenia solium)

Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada dua jenis cacing pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:
a.       Cacing pita sapi (Taenia saginata)
Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1x1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya.
Siklus hidup Taenia saginata:
Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan.
Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
b. Cacing pita babi (Taenia solium)
Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama, namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium yang terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang juga mengganggu kesehatan.






BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pengendalian kecacingan harus digalakkan terus menerus karena kecacingan menimbulkan berbagai defisiensi gizi sehingga memicu pertumbuhan yang terhambat, dengan berbagai metode pada semua lapisan masyarakat. Sehingga hal itu akan mengurangi angka kecacingan dan pertumbuhan anak tidak lagi terhambat.
3.2  Saran
Untuk pengendalian kecacingan tidak efektif dilakukan hanya dengan pengobatan pada penderta saja, namun harus dilakukan pemeliharaan sanitasi kesehatan yang baik agar rantai penyebarannya terputus.






















BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1.      Oswari, E.2009.Penyakit dan Penanggulangannya.Jakarta:Balai Penerbit FK UI
2.      Safar, Rosdiana.2010.Parasitologi Kedokteran.Bandung:Yrama Widya
3.      Lippincot.dkk.2011.Memahami Berbagai Macam Penyakit.Jakarta:PT Indeks
4.      http://doktersehat.com/bahaya-cacingan-untuk-anak-dan-dewasa/
8.      http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=metode%20pemberantasan%20cacingan&source=web&cd=16&ved=0CDMQFjAFOAo&url=http%3A%2F%2Fjowofile.jw.lt%2Febook%2F07_09%2F27%2FPemberantasan%2520Penyakit%2520Menular_Bag_4_txt.txt&ei=neGxTtT6F83PrQeEqK1R&usg=AFQjCNGG84VJ-VAeykaPe66IY3RSp4k0Sw&cad=rja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar