KONSEP INDIVIDU SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BIOLOGIS
Merupakan
tugas mata kuliah Sosiologi dan
Antropologi Kesehatan
Dosen
pengampu : Kawi, S.KM,. MH.Kes
Disusun
oleh:
1. Adib Heri S (SK.210.002)
2. Agus Sulistyo (SK.210.005)
3. Anwar Annas Y (SK.210.008)
4. Bahar Suhartaji (SK.210.011)
5. Bayu Prakoso (SK.210.012)
6. Dwi Oktavi (SK.210.015)
7. Endang Zaeni A (SK.210.017)
8. M. Shunta R (SK.210.025)
9. Mei Widanarti (SK.210.027)
10. Mita Rosalia (SK.210.028)
11. Offin Eko Adi W (SK.210.035)
12. Rifqi Zulfikar A (SK.210.038)
13. Rizqy Wulan Sari (SK.210.040)
14. Tanti Setiani (SK.210.041)
15. Wisnu Wardana (SK.210.046)
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2010
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Di era globalisasi
pada masa sekarang ini manusia cenderung menonjolkan sifat individunya sebagai
makhluk biologis. Akan tetapi pada dasarnya manusia juga merupakan makhluk
sosial yang hidup saling
berdampingan yang memerlukan bantuan
dari manusia lain dan tidak bisa hidup sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya
manusia membutuhkan bantuan dari makhluk lain.
1.2 Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
manusia dapat menjadi makhluk biologis dan juga makhluk sosial yang seimbang.
b. Bagaimana
memahami konsep individu sebagai makhluk sosial dan biologis.
1.3 Tujuan
a. Dapat
memahami dan menerapkan perilaku manusia
sebagai makhluk sosial dan biologis .
b. Dapat
memahami konsep individu sebagai makhluk sosial dan biologis .
BAB
II
Pembahasan
A.
Manusia Sebagai Mahluk Individu
Individu berasal dari kata in
dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian
tidak, sedangkan devided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa
latin individu berasal dari kata individium
yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat
dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan
rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai
manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika
unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai
individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur
fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak
ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata
masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan
antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa
individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak
lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang
dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan
(fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk
pada lingkungan di mana seseorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan
interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial
yang lebih besar. Karakteristik yang
khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian.
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang
saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah
makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati
manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila, dan religii harus dikembangkan
secara seimbang, selaras, dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya
mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia
mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada
manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat
menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Guna meningkatkan kualitas hidup,
manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan yang formal, informal maupun
nonformal. Dalam kenyataannya, manusia menunjukkan bahwa pendidikan merupakan
pembimbingan diri sudah berlangsung sejak zaman primitif. Kegiatan pendidikan
terjadi dalam hubungan orangtua dan anak.
John A. Laska, mengemukakan
pengertian pendidikan sebagai berikut :
Education is one of the most
important activities in which human beings engange. It is by means of the
educative process and its role intransmitting the cultural heritage from one
generation to the next that human societies are able to meintein their
existence. But education does more than just help us to keep the kind of
society we already have; it is also one of the major ways in which people try
to change or improve their societies.
1.
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai makhluk individu yang
menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus
memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala
kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran
diri di antara realita, self-respect, self-narcisme, egoisme,
martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya
kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisation.
Sebagai makhluk individu, manusia
memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif belaka.
Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens memiliki akal pikiran
yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku bijaksana. Dengan akal
tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya
seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan potensi-potensi yang ada,
manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk
ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan manusia secara
perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau bahakan
belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia
semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang untuk
mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
Sebagai makhluk individu manusia
mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai dengan pendidikan.
Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi
yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan
ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya
sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.
2.
Pengembangan
manusia sebagai makhluk Susila
Aspek kehidupan susila adalah aspek
ketiga setelah aspek individu dan sosial. Manusia dapat menetapkan tingkah laku
yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma
dalam kehidupannya.
Dalam proses antar hubungan dan
antaraksi itu, tiap-tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian
masing-masing. Oleh karena itu, keadaan yang yang cukup bermacam-macam akan
terjadi berbagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Kehidupan manusia yang tidak dapat
lepas dari orang lain, membuat orang harus memiliki aturan-aturan norma.
Aturan-aturantersebut dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab.
Menusia akan lebih menghargai nilai-nilai moral yang akan membawa mereka
menjadi lebih baik.
Selain aturan-aturan norma, manusia
juga memerlukan pendidikan yang dapat digunakan sebagai sarana mencapai
kemakmuran dan kenyamanan hidup. Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya.
Dengan pendidikan, manusia dapat mengerti dan memahami makna hidup dan
penerapannya.
Melalui pendidikan kita harus mampu
menciptakan manusia yang bersusila, karena hanya dengan pendidikan kita dapat
memanusiakan manusia. Melalui pendidikan pula manusia dapat menjadi lebih baik
daripada keadaan sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat
melaksanakan dengan baik norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Manusia
akan mematuhi norma-norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan
yang tepat.
Dengan demikian, kelangsungan
kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada tepat tidaknya suatu
pendidikan mendidik seorang manusia mentaati norma, nilai dan kaidah
masyarakat. Jika tidak maka manusia akan melakukan penyimpangan terhadap
norma-norma yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.
3.
Pengembangan
Manusia Sebagai Mahluk Religius
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha
Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak,
berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia
meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada
kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi
fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur
seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak
bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang
sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan
fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang
diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada
Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan.
Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan
pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang
tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya
yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola
pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat
ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan
itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu,
sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat
menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
4.
Pengertian Harga Diri
Stuart
dan Sundeen ( 1991 ), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana
individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan,
keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan
menurut Gilmore ( dalam Akhmad Sudrajad ) mengemukakan bahwa : “..self
esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is
expressed in attitude the individual holds toward himself". Pendapat
ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan
dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss
( 1973 ) memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap
dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.
Menurut
pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah
penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya
sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan
sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Salah
satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri ( Keliat, 1999 ). Sedangkan harga diri rendah adalah
menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas
kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri
rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang
lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah
diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan
harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang
diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik
diri secara sosial.
Orang
tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga
diri anak ( siswanya ), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung
perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting
peran orang tua dan guru sebagai fasiltator.
Akhmad
Sudrajad mengatakan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu,
khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka
tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam
menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila
kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka
akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan
kayakinan diri ( self-confidence ) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan
sosialnya ( Jordan et. al. 1979 )
5.
Aktualisasi
Diri
Seorang pemuda merasa tidak puas
dengan pekerjaannya, entah karena gajinya yang tidak sesuai keinginan atau
karena karirnya yang jalan di tempat. Untuk mengatasi hal tersebut pemuda itu
terus berpindah pekerjaan. Suatu hari pemuda itu bertemu dengan temannya yang
kini sudah menjabat sebagai direktur. Lalu ia mengeluhkan nasibnya yang tidak
juga berubah dan menanyakan resep sukses temannya hingga dapat menjadi direktur
di usia yang masih muda.
Teman si pemuda itu lalu mengatakan
bahwa dia tidak mempunyai rahasia sukses. Yang ada hanyalah mengaktualisasi
diri dan fokus pada kekuatan diri dan berusaha mengurangi kelemahan yang ada.
Kemudian dia juga menceritakan pengalamannya. Sebelum ia menjabat sebagai
direktur, ia juga mengalami hal yang juga dirasakan oleh pemuda itu. Dia merasa
jenuh dengan pekerjaannya yang itu – itu juga dan berusaha keras untuk
menanggulangi rasa jenuh itu dengan berbagai cara. Sampai pada suatu hari, dia
menyadari bahwa dia mempunyai kelebihan di bidang penjualan. Akhirnya dia
memfokuskan diri pada bidang tersebut dengan terus belajar dan belajar.
Mengganti pekerjaan dan pindah
tempat kerja adalah hal yang biasa terjadi, namun janganlah pindah kerja ini
dijadikan suatu ajang pelarian diri suatu masalah. Jika kita belum berhasil,
yakinkan diri bahwa itu bukan karena kita tidak mampu tapi karena kita belum
memaksimalkan semua kekuatan yang kita miliki. Jika kita mau mengaktualisasikan
diri dengan menggali kemampuan dalam diri terus menerus, maka karir dipastikan
akan meningkat lebih pesat dan kesuksesan menanti kita disana. Manusia itu
disadari atau tidak akan menuju ke aktualisasi diri. Tapi kalau kita sadar dan
lebih tahu bahwa kita berproses pada aktualisasi diri maka kesadaran ini akan
membawa pada kemajuan.
Aktualisasi diri adalah bagaimana
kita mengembangkan kekuatan diri kita sendiri. Dan untuk mempraktekkan
aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan kekayaan mental (kepercayaan diri,
disiplin, tanggung jawab, dan integritas), karena dengan ini semua maka kita
tahu mengenai kelebihan kita dan mampu mencapai apa yang diinginkan.
Dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari, kita berhubungan dengan antar individu dan kelompok di lingkungan
sosial yang berbeda-beda. Individu memiliki karakter yang berlainan satu dengan
yang lainnya. Perbedaan antar karakter individu sebagai identitas diri individu
masing-masing. Perilaku yang ditunjukkan oleh individu, membuat individu yang
lain mengambil sikap atau tindakan sebagai reaksi individu yang bersangkutan. Interaksi individu akan
membentuk kondisi lingkungan dalam pergaulannya.
Reaksi yang diambil oleh individu,
bisa sebagai reaksi positif atau negative terhadap perilaku individu yang lain.
Reaksi positif, bisa disebabkan masing-masing individu saling menghargai,
mengikuti norma yang berlaku, tidak menunjukkan egois yang berlebihan,
persamaan pemikiran, kesamaan kepentingan, tujuan atau merasakan adanya
perasaan senasib. Reaksi negatif yang terjadi, bisa karena ada salah satu
individu tidak mengindahkan norma-norma yang ada, merasa tidak ada kesamaan
kepentingan, egois yang berlebihan, tidak sejalan pemikiran, tujuan yang
berbeda dan merasa diri lebih hebat dari yang lain.
Interaksi individu bisa dalam
lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Masing-masing
lingkungan sosial mempunyai penekanan norma-norma.
a.
Lingkungan keluarga
Sebagai lingkungan sosial awal dalam membentuk karakter individu. Anak sebagai individu menghormati orang tua, menyayangi sesama anggota keluarga. Begitu juga dengan orang tua, menyayangi sesama anggota keluarganya. Jika tidak ada saling menyayangi akan timbul kekacauan dalam keluarga. Keluarga juga sebagai tempat individu untuk berlindung.
Sebagai lingkungan sosial awal dalam membentuk karakter individu. Anak sebagai individu menghormati orang tua, menyayangi sesama anggota keluarga. Begitu juga dengan orang tua, menyayangi sesama anggota keluarganya. Jika tidak ada saling menyayangi akan timbul kekacauan dalam keluarga. Keluarga juga sebagai tempat individu untuk berlindung.
b. Sekolah
Individu dalam sekolah menjalankan peranan masing-masing. Individu sebagai murid dalam lingkungan sekolah, berinteraksi dengan individu yang sebaya. Memiliki tujuan yang sama untuk belajar, memiliki kesamaan kepentingan dan ada aturan. Membuat individu hampir tidak ada perselisihan.
Individu dalam sekolah menjalankan peranan masing-masing. Individu sebagai murid dalam lingkungan sekolah, berinteraksi dengan individu yang sebaya. Memiliki tujuan yang sama untuk belajar, memiliki kesamaan kepentingan dan ada aturan. Membuat individu hampir tidak ada perselisihan.
c. Tempat kerja
Individu satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan latar belakang, Namun dengan perbedaan yang ada, mereka harus bekerjasama untuk kemajuan diri dan perusahaannya. Individu dalam lingkungan kerja melakukan hubungan komunikasi yang baik, untuk kemajuan perusahaan. Jika tidak ada komunikasi yang baik, akan membuat lingkungan kerja yang kurang nyaman.
Individu satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan latar belakang, Namun dengan perbedaan yang ada, mereka harus bekerjasama untuk kemajuan diri dan perusahaannya. Individu dalam lingkungan kerja melakukan hubungan komunikasi yang baik, untuk kemajuan perusahaan. Jika tidak ada komunikasi yang baik, akan membuat lingkungan kerja yang kurang nyaman.
d.
Masyarakat
Lingkungan paling luas bagi individu untuk berinteraksi dengan individu lain. Masing-masing individu memiliki perbedaan latar belakang, kepentingan dan tujuan. Hal yang kelihatan dengan mata, bisa sebagai kebohongan karena ada kepentingan dan tujuan yang berlainan. Individu menjaga jarak sebagai perlindungan diri. Tapi masing-masing individu saling menghargai karena adanya norma sosial.
Lingkungan paling luas bagi individu untuk berinteraksi dengan individu lain. Masing-masing individu memiliki perbedaan latar belakang, kepentingan dan tujuan. Hal yang kelihatan dengan mata, bisa sebagai kebohongan karena ada kepentingan dan tujuan yang berlainan. Individu menjaga jarak sebagai perlindungan diri. Tapi masing-masing individu saling menghargai karena adanya norma sosial.
Individu dalam berinteraksi
mempunyai perbedaan maupun persamaan. Jika masing-masing individu dapat
menggambarkan atau melukiskan keadaan dan perasaan diri orang lain ke dalam
diri sendiri, maka akan tercipta suasana lingkungan sosial yang nyaman.
6.
Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Biologis
Sejak zaman purba, seks
merupakan kebutuhan biologis mahluk hidup yang tidak bisa dihindari dan tidak
bisa dihilangkan, yang ada adalah kesempatan untuk mengendalikan penyaluran
keinginan biologis ini secara bijaksana dan jangan lupa aman terkendali. Kebutuhan
biologis manusia juga diperlukan untuk melestarikan keturunannya.
B. Manusia Sebagai
Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial,
karena:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah
manusia.
Di dalam kehidupannya, manusia tidak
hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan
sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin
berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang
interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup
sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup
dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan
positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak
manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu.
Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan
bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti
saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya terbatas pada segi
badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin
diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain
pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan, dan
berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat
diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam
suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi,
manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan
mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia.
Imanuel Kant mengatakan, "manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan".
Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti
yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil
penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa
pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai
makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi
kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan
rohani.
1. Interaksi Sosial dan Sosialisasi
1).
Interaksi Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara
individu, kelompok sosial, dan masyarakat.
Interaksi adalah proses di mana orang-orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi.
Interaksi adalah proses di mana orang-orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi.
Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari
interaksi sosial.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
b. Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima
suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa
dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah
Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor
sebagai berikut pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupuhn
dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti
dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha hampir sama.
Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya,
sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya,
lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi
(sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
d. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang
yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan
berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
2). Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama
(cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu
keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat
pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam
arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi
persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada
akomodasi.
Menurut Gilin dan
Gilin ada dua macam proses sosial
yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu
akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
b.
Proses
Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan
pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses
adalah:
1) Bentuk Interaksi Asosiatif
a. Kerja sama (cooperation)
Kerja
sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok
lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama,
yaitu:
1. Bargaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara
dua organisasi atau lebih.
2. Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan
atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk
menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
3. Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempynyai tujuan yang sama.
b. Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk
akomodasi, di antaranya:
1. Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan
karena adanya paksaan.
2. Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat
masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada.
3. Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak
yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
4. Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga
yang retial dalam persoalan yang ada.
5. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
6. Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang
berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam
melakukan pertentangan.
7. Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
2) Bentuk Interaksi Disosiatif
a. Persaingan (competition)
Persaingan
adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang
bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik
perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
b. Kontraversi (contaversion)
Kontraversi
bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontaversi
ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak
suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan
tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau
pertikaian.
c. Pertentangan (conflict)
Pertentangan
adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha
untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman
atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan
pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan
politik.
3. Sosialisasi
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di
mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George
Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society
(1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui
interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap
play stage, game sytage, dan tahap generalized other.
Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil
mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui
peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang
harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu
mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu
mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang
lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan
orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang
melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui
interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self.
Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain
terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain
oreang lain terhadap penampilannya.
Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang
dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.
4. Bentuk dan Pola Sosialisasi
a. Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang
hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk
proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan
sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.
b. Pola-pola Sosialisasi
Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola
represi yang menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola
partisipatori yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala
berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Sebagai makhluk
sosial manusia membutuhkan bantuan dari orang lain dan dalam kenyataannya hal
tersebut akan mempengaruhi kesehatan manusia sebagai makhluk biologis yang
diciptakan dengan perbedaan fisik, mental, dan kepribadian sehingga akan
mempengaruhi cara manusia bersosialisasi dengan orang lain.
3.2 Saran
Sebagai makhluk
sosial dan makhluk biologis manusia harus pintar-pintar dalam bersosialisasi
dalam masyarakat sehingga kehidupan biologis dapat berjalan baik, dengan
terjaminnya kesehatan seseorang.
Daftar Pustaka
Marimbi, Hanum.2009.Sosiologi
dan Antropologi Kesehatan.Yogyakarta:Nuha Medika
Soemarwoto, Otto.2003.Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.Yogyakarta:UGM Press
http://smartfm.co.id/motivasion/44-smart-motivasion/143-aktualisasi-diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar